Negara-Negara ASEAN Diimbau Bersatu untuk Hadapi Aksi Agresif China

author
2 minutes, 28 seconds Read

Medan Pers, JAKARTA – Negara-negara ASEAN diimbau bersatu menghadapi tindakan agresif China di Laut Timur (LCS).

Keheningan ini justru memperkuat kecenderungan Tiongkok untuk melakukan tindakan intimidasi terhadap negara-negara yang wilayahnya tumpang tindih dengan mereka.

BACA JUGA: Kapal Filipina dan China Bertabrakan di Laut Timur, AS Turun Tangan

Hal tersebut terungkap dalam diskusi bertajuk “China dan keamanan maritim di Laut China Selatan: Perspektif Indonesia dan Filipina” yang diselenggarakan oleh Paramadina Public Policy Institute (PPPI) dan Indonesia China Forum (FSI) yang digelar di Jakarta, Kamis (). 25 Juli). . ).

Presiden FSI Johanes Herlijanto menilai strategi yang diterapkan Filipina dalam menghadapi langkah agresif China patut dijadikan pembelajaran bagi negara-negara yang memiliki pengalaman serupa.

BACA JUGA: FSI serukan negara anggota ASEAN bersatu dan tegas menghadapi aksi provokatif China di LCS

Sikap agresif ini terlihat dari penerapan taktik “zona abu-abu” terhadap negara-negara yang memiliki kedaulatan atau hak berdaulat atas perairan yang diakui Tiongkok sebagai miliknya.

“Faktanya, mengakui hak kepemilikan Tiongkok hanya berdasarkan klaim sejarah bertentangan dengan hukum maritim internasional, khususnya Konvensi PBB tentang Hukum Laut (UNCLOS), yang standarnya telah diratifikasi oleh Tiongkok sendiri,” kata Johanes.

BACA JUGA: Massa Peram protes di luar Kedutaan Vietnam menolak aktivitas agresif di zona ekonomi eksklusif Indonesia dan LCS

Alih-alih mematuhi UNCLOS, Republik Rakyat Tiongkok malah berupaya menegakkan hak kepemilikannya dengan menerapkan taktik zona abu-abu, yang mencakup tiga komponen di bawah arahan Komisi Militer Pusat (CMC) yang dipimpin oleh Presiden Xi Jinping. itu adalah milisi maritim yang sedang beraksi. sebagai nelayan sipil. Angkatan Laut Penjaga Pantai dan Tentara Pembebasan Rakyat.

Menurut Johanes, pengakuan sepihak Tiongkok terhadap sembilan garis putus-putus nyatanya dibantah oleh putusan Pengadilan Arbitrase Internasional yang diajukan Filipina pada tahun 2016.

Namun, Tiongkok tidak hanya menegaskan bahwa mayoritas LCS adalah miliknya tetapi juga melanjutkan taktik zona abu-abunya. Filipina menjadi salah satu tujuan khususnya dalam dua atau tiga tahun terakhir.

Sementara itu, Direktur Kerja Sama Badan Keamanan Laut (Bakamla), Laksamana Pertama Eka Satari, menekankan pentingnya kerja sama antar aparat penegak hukum dari berbagai negara.

Menurut Laksma Satari, tidak ada negara yang bisa menyelesaikan permasalahan maritimnya sendirian. Oleh karena itu, ia menilai kerja sama antar negara sangat penting.

Laksma Satari mencontohkan Forum Penjaga Pantai ASEAN yang dibentuk pada tahun 2002 sebagai contoh kerja sama antar negara di kawasan. Tujuan forum ini adalah untuk meningkatkan kerja sama dalam pengembangan kapasitas, patroli maritim, dan operasi antar pasukan penjaga pantai negara-negara ASEAN.

Pakar hubungan internasional Mohammad Riza Widyarsa juga menekankan pentingnya kerja sama antara penegak hukum dan lembaga keamanan negara-negara ASEAN. Ia menilai kerja sama ini bisa meredam perilaku agresif China di LCS.

Menurut dia, kerja sama tersebut sebenarnya sudah terjalin sejak sepuluh tahun terakhir. Selain Forum Penjaga Pantai ASEAN, “Inisiatif Hukum Maritim Asia Tenggara” yang didirikan pada tahun 2013 merupakan inisiatif lembaga penegak hukum maritim Amerika Serikat (AS), Indonesia, Filipina, Vietnam, dan Malaysia.

Menurut Widyarsa, kerja sama negara-negara ASEAN sangat penting untuk melawan Tiongkok dan perilaku agresifnya, karena hanya mengandalkan kekuatan eksternal (seperti AS) saja tidak cukup.

“Kerja sama antar negara di kawasan sangat penting dan efektif, terutama ketika diperlukan respons yang cepat,” ujarnya. (jlo/Medan Pers)

Similar Posts

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *