Medan Pers, Jakarta – Majelis hakim Mahkamah Agung menyatakan majelis hakim yang menangani kasus pemecatan Gregorius Ronald Tannur, Hakim Mahkamah Agung Soesilo, menemukan tidak ada pelanggaran Kode Etik Hakim” dan Pedoman Perilaku Hakim (KEPPH). S), Ainal Mardhiah (A) dan Sutajo (ST).
“Pemeriksaan menegaskan kelompok banding dalam perkara nomor 1466 K/PID/2024 tidak melanggar aturan KEPPH sehingga perkara ditutup,” kata Juru Bicara MA Yanto dalam konferensi pers yang digelar di Mahkamah Agung Pemerintah. Indonesia. Court Media Center, Jakarta, Senin (18/11).
Baca Juga: Skandal Kasus Ronald Tannur Tanpa Penjara: Ini Kata Kentucky Soal R Pertama Pejabat PN Surabaya
Ronald Tannur diperiksa juri setelah Jaksa Agung Zarof Ricar (ZR) menetapkannya sebagai tersangka konspirasi pembayaran uang kepada Ronald Tannur agar hukumannya dicabut oleh majelis hakim. kantor
Tim akan melakukan kunjungan maraton pada 4-12 November 2024. Pada Senin (11 April) ZR diperiksa di Kejaksaan Agung bersama empat pengacaranya.
Baca juga: Saloni menduga ada konspirasi pemakzulan Ronald Tannur di PN Surabaya
Kali ini, Selasa (12/11), di hadapan sidang Ketua Pengawas Mahkamah Agung, Ketua Pengawas MA mempertanyakan pihak-pihak yang terkait dengan terdakwa, termasuk Ronald Tannur, pihak yang melepas perkara tersebut.
Di sisi lain, tim pemeriksa juga memeriksa dokumen terkait.
Baca juga: Kentucky Ambil Tindakan terhadap Hakim Agung yang Terlibat Suap dalam Kasus Ronald Tennour
Pengadilan Tinggi berpendapat dalam hasil peninjauan kembali hanya Hakim Pengadilan Tinggi S yang bertemu dengan ZR. Pertemuan tersebut dikatakan tidak disengaja karena terjadi sesaat setelah pengukuhan Guru Besar Emeritus Universitas Negeri Makassar (UNM) pada 27 September 2024.
Dalam pertemuan dadakan dan singkat itu, Yanto menjelaskan, ZR sempat menyinggung soal perkara Ronald Tannour kepada Ketua Hakim S. Namun S tidak menanggapi, ia kemudian ketua majelis dicopot, kepada ZR.
“Tidak ada fakta pertemuan tersebut selain pertemuan di University of New Mexico. ZR tidak mengenal Ketua Hakim A dan ST serta belum pernah bertemu ZR,” kata Yanto.
Selain itu, MA menyebut evaluasi terhadap gugatan Ronald Tannur berjalan normal, begitu pula perkara keuangan pada umumnya.
Sidang pembatalan perkara tersebut digelar pada Selasa (22/10) dan diputuskan untuk mengizinkan jaksa penuntut umum membatalkan perkara tersebut dengan catatan Ronald Tannour menyatakan Dini Serra Afriyandi bersalah dan divonis lima tahun penjara.
Jumat (25/10) muncul kontroversi dugaan keterlibatan kelompok hakim yang dibubarkan dalam kasus Ronald Tannour ketika ZR disebut-sebut menjadi tersangka kasus permufakatan jahat untuk melakukan suap.
ZR diduga merupakan wakil Ronald Tannur yang membatalkan keputusan awal. LR, kuasa hukum Ronald Tannur sekaligus salah satu tersangka kasus ini, meminta ZR membantu kasus Ronald Tannur agar dibatalkan dengan baik.
LR memberikan uang sebesar N5 miliar kepada ZR, yang menurut dokumen yang diserahkan kepada tiga hakim MA berinisial S, A, dan S. Pada saat yang sama, ZR juga menjanjikan pembayaran sebesar Rp 1 miliar.
Namun, Pak ZR yang dulu menjabat Ketua Badan Penelitian dan Pengembangan Pendidikan dan Pelatihan Hukum dan Peradilan Mahkamah Agung, mengatakan suap tersebut tidak pernah diberikan kepada Hakim Mahkamah Agung yang menangani pembatalan dakwaan Ronald. Tannur.
“Sepertinya uangnya masih ada di dalam amplop dan di rumah ZR, di sini ada konspirasi untuk menyuap hakim agar membebaskan perkaranya, tapi tidak cukup uangnya,” kata Direktur. Pemeriksaan tersebut disampaikan Kejaksaan Agung Jampidsus Abdul Qohar dalam jumpa pers di Jakarta, Jumat (25 Oktober) malam. (antara/Medan Pers) Jangan lewatkan video pilihan editor ini:
Baca cerita lainnya… Ibu Ronald Tannour jadi tersangka lobi, ini perannya