Ssttt… Vietnam Curi Data Intelijen Indonesia untuk Bahas Perbatasan Laut Kedua Negara

author
3 minutes, 25 seconds Read

Medan Pers, Jakarta – Aktivis Front Anti Komunis Indonesia Saputra mengingatkan pemerintah Indonesia agar mengambil sikap tegas terhadap Vietnam yang melakukan demarkasi perbatasan kedua negara. Menurutnya, Vietnam menggunakan cara-cara ilegal dan pencurian data mata-mata yang berpotensi merugikan kedaulatan NKRI, khususnya di bidang maritim.

Saputra mengungkapkan, Vietnam telah mencuri informasi rahasia dari pihak Indonesia terkait perundingan perjanjian batas Zona Ekonomi Eksklusif (ZEE). Indonesia dan Vietnam menyepakati batas ZEE kedua negara pada Desember 2022 dan mengadakan tiga pertemuan teknis untuk membahas implementasi peraturan yang timbul dari perjanjian tersebut.

Baca Juga: Pengamat Mendesak Pemerintah Segera Lakukan Pendekatan Diplomatik Soal Batas ZEE Indonesia-Vietnam

Namun, sebelum pertemuan perjanjian tersebut, Vietnam diduga mencuri data delegasi Indonesia. Informasi tersebut diungkapkan Saputra mengutip sumber dari Partai Revolusioner Reformasi Vietnam atau Viet Tan.

Menurut sumber Partai Revolusi Reformasi Vietnam, pemerintah Vietnam melalui spionase dan cara ilegal memperoleh banyak dokumen rahasia/informasi penting dari delegasi Indonesia, kata Saputra dalam keterangan tertulis yang diterima di Jakarta, Selasa. (30/7).

Baca Juga: RI Tak Perlu Kompromi dengan Vietnam Soal IUU Fishing

Saputra mengatakan, informasi penting yang dibocorkan pihak Vietnam sebelum pertemuan teknis ketiga antara lain daftar anggota delegasi, rencana kerja delegasi Indonesia ke Vietnam, dan posisi Indonesia pada KTT April 2024.

“Pertemuan teknis ketiga antara Indonesia dan Vietnam masih banyak persoalan yang akan dibahas pada pertemuan teknis berikutnya, antara lain kegiatan penangkapan ikan, pengelolaan dan eksploitasi LK (landas kontinen, Red.),” ujarnya.

Baca Juga: Pemerintah mengimbau mengambil keputusan yang tepat mengenai perbatasan ZEE dengan Vietnam

Saputra menambahkan, selama proses perundingan, Vietnam terus memberikan tekanan kepada delegasi Indonesia. Dikatakannya, Vietnam juga menolak usulan Indonesia yang adil dan masuk akal.

Alhasil, delegasi Indonesia terpaksa berkompromi dengan keinginan Vietnam. “Perlu diketahui bahwa alasan Vietnam selalu memegang kendali dalam perundingan selama ini adalah untuk mendapatkan informasi penting mengenai posisi Indonesia dalam perundingan PP (Rules of Implementation, Red), hingga mempersiapkan strategi respon sebelum perundingan,” katanya.

Saputra menambahkan, Pemerintah Vietnam sudah lama menjalankan Operasi IN19 untuk mencuri informasi mengenai status delegasi Indonesia. Menurutnya, Vietnam selalu mengetahui pemikiran dan posisi Indonesia sebelum melakukan perundingan.

Berdasarkan intelijen yang diterima, Vietnam mengajukan beberapa usulan yang tidak masuk akal, namun suka atau tidak suka, delegasi Indonesia harus menerimanya karena usulan kawasan Anchorage itu melampaui norma internasional, katanya.

Saputra juga menyoroti usulan lain, seperti kesediaan Vietnam untuk menggunakan alat penangkapan ikan yang merusak ekosistem laut, daftar spesies menetap yang mencakup spesies demersal, dan pemasangan fish aggregating devices (FADs) atau rumpon sebagai bangunan atau instalasi permanen untuk menangkap spesies demersal. .

“Dengan mengorbankan keuntungan bagi Indonesia, para pejabat Vietnam melakukan yang terbaik untuk mempromosikan proposal yang tidak mengikat kepada pihak Vietnam pada pertemuan ketiga, untuk menghindari pemenuhan kewajiban untuk melindungi ekosistem laut, memperluas wilayah penangkapan ikan dan meningkatkan ekstraksi dan eksploitasi mineral. . Sumber daya di ekosistem laut,” ujarnya. .

Oleh karena itu, Saputra mendesak pemerintah Indonesia untuk waspada dan mengambil tindakan tegas untuk mengekang manuver Partai Komunis Vietnam yang berkuasa di Republik Sosial tersebut.

Sebab, pencurian informasi yang dilakukan perwakilan Indonesia di Vietnam akan terus berlangsung dalam jangka waktu yang lama sehingga akan merusak suasana perundingan yang adil antara kedua negara dan pada akhirnya merugikan kepentingan nasional Indonesia, kata sumber tersebut.

Dikonfirmasi terpisah, Juru Bicara Kementerian Luar Negeri (Kemlu) RI Roy Somirat menegaskan, pemerintah saat ini sedang membahas PP dengan Vietnam mengenai tumpang tindih yurisdiksi di ZEE dan LK. Menurut dia, tim teknis masing-masing negara sedang merundingkan perjanjian PP dan ZEE yang akan ditandatangani kedua negara pada tahun 2022.

“Pembahasan Peraturan Pelaksanaan (PP) merupakan amanat dari Perjanjian ZEE itu sendiri dan merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari Perjanjian ZEE yang harus diselesaikan oleh kedua negara,” kata Roy Somirat, Selasa (30/7).

Emirat menegaskan, penyelesaian PP tersebut akan memperjelas hak dan kewajiban kedua negara terkait tumpang tindih wilayah laut. Dengan demikian, batas kedua negara di wilayah ZEE akan jelas.

“Penyelesaian PP ini akan memastikan hak dan kewajiban kedua negara di bidang yang tumpang tindih dapat dilaksanakan dengan baik,” ujarnya.

Lebih lanjut Soemirat menegaskan, permasalahan tumpang tindih yurisdiksi antara ZEE dan LK dalam EP bersifat sangat teknis. Oleh karena itu, Kementerian Luar Negeri RI selalu berkoordinasi dengan seluruh kementerian terkait agar pembahasan PP dimaksud dapat diselesaikan secepatnya.

Sifatnya sangat teknis sehingga dalam pembahasannya Kemlu selalu berkoordinasi dengan seluruh kementerian terkait di Indonesia, ujarnya. (****)

Similar Posts

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *