Medan Pers – Destinasi wisata di Kabupaten Bantul, Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) tak hanya Pantai Parangtritis saja. Ada pula Kebun Mangunan yang menyuguhkan pemandangan eksotik hasil ketekunan di tengah perubahan lahan kritis.
Laporan oleh M Sukron Fitriansyah, Yogyakarta
BACA JUGA: Warung Nasi Bu Eha dan Cita Rasa Keluarga Bung Karno
LANGIT Yogyakarta masih terlihat gelap saat fajar. Jalan menuju Kebun Mangunan terlihat lengang.
Destinasi yang terletak di Desa Mangunan, Kecamatan Dlingo, Bantul ini berjarak sekitar 25 kilometer dari pusat kota Jogja. Jalan sempit dengan banyak belokan dan jalan setapak hingga ke Mangunan harus dilintasi pengunjung yang memilih jalur melalui Jalan Wonosari.
BACA JUGA: Jejak Perempuan Rokatenda yang Tangguh Menenun Kain dan Menanamkan Harapan pada Pengungsi
Semakin jauh dari jalan utama, suasana semakin sepi. Hanya pepohonan yang menjulang tinggi saja yang terlihat di kanan dan kiri jalan.
Demikian gambaran singkat perjalanan menuju Kebun Mangunan. Namun suasana riuh sudah terlihat di pintu masuk Kebun Mangunan, padahal waktu baru menunjukkan pukul 05.00 pagi.
BACA JUGA: Asa Persis Solo, Langkah Jokowi dan Kiprah 2 Anak Presiden
Saat pagi hari, biasanya banyak pengunjung yang antri di pintu masuk Kebun Mangunan. Semua wisatawan ingin menyaksikan matahari terbit.
Memang pesona Mangunan sudah terkenal. Media sosial telah membantu melambungkan nama dan daya tarik destinasi kaya foto ini.
Salah satu pengunjung, Woro mengaku takjub dengan panorama di Kebun Mangunan. “Saya berangkat sebelum pukul 05.00 WIB, dalam keadaan gelap, untuk melihat matahari terbit dan senang sekali,” kata gadis asal Palembang yang bekerja di Yogyakarta ini.
Namun, ada upaya panjang untuk mengubah lahan kritis tersebut menjadi Kebun Mangunan yang menawan. Pengelola Kebun Mangunan Rujiyatmi mengatakan pengembangan destinasi tersebut dimulai pada tahun 2003.
Setahun kemudian, warga sekitar menanami lahan seluas 23 hektare tersebut dengan berbagai tanaman buah-buahan. Ada pohon durian, rambutan, dan mangga yang kini menghiasi Kebun Mangunan.
“Sebenarnya tujuan awalnya memanfaatkan lahan kritis untuk tanaman buah-buahan. “Dulu belum ada spot foto seperti sekarang,” kata Rujiyatmi kepada Medan Pers, baru-baru ini.
Baru sekitar tahun 2008. pihak pengelola sedang mempertimbangkan dengan matang potensi lain yang dimiliki kebun Mangunan. Dari situlah pemandu menciptakan berbagai spot foto yang masih bertahan hingga saat ini.
Namun spot matahari terbit di Puncak Mangunan baru dibuka sekitar 12 tahun yang lalu. “Pada tahun 2010 sudah dibuka, tapi pengunjungnya masih belum sebanyak sekarang,” kata Rujiyatmi.
Wanita paruh baya itu menuturkan, tempat Puncak Mangunan mulai terkenal pada tahun 2016. Lokasinya yang berada sekitar 200 meter di atas permukaan laut menjadi tempat berkumpulnya pengunjung untuk menyaksikan matahari.
Namun yang mempesona di Mangunan bukan hanya matahari terbitnya saja. Ada pula Sungai Oia di bawah bukit yang sering tertutup kabut tebal di pagi hari.
Dari situlah muncul sebutan Negeri Di Atas Awan yang diterapkan pada Kebun Buah Mangunan. Panorama ini sangat dicari oleh pengunjung yang ingin menantang dinginnya udara pagi.
Udara sejuk dan panorama Bukit Magir menarik banyak orang. Pengunjung pun betah berlama-lama menikmati pesona Mangunan.
Rujiyatmi menjelaskan, jumlah pengunjung Mangunan saat Natal dan Tahun Baru sebanyak 500-600 orang per hari. “Pada hari Minggu dan hari libur, pengunjungnya bisa mencapai 1.000 orang,” kata perempuan berjilbab itu.
Warga Mangunan ini mengaku Kebun Mangunan merupakan pionir destinasi lain di sekitarnya yang memanfaatkan potensi alam menjadi destinasi wisata.
Keberhasilan Kebun Mangunan menarik banyak pengunjung mendorong masyarakat Dlingo membuka tempat wisata baru.
“Kebun Mangunan sudah ada sejak tahun 2003, sedangkan destinasi lain di sekitarnya baru dibuka pada tahun 2015,” ujarnya.
Namun fasilitas di Mangunan masih banyak yang perlu ditambah atau ditingkatkan. Rujiyatmi berharap beberapa fasilitas terkait kenyamanan dan keamanan pengunjung seperti jalan dan pagar menuju puncak segera diperbaiki.
“Saya sudah memikirkannya, tapi karena belum ada anggaran, maka tidak mungkin,” tutupnya. (mcr25/Medan Pers)