Medan Pers, BAKU – PT Pertamina (Persero) sebagai perusahaan energi menjadi pionir dalam pengembangan penangkapan dan penggunaan karbon (CCS/CCUS) di Indonesia.
Staf Ahli Perencanaan Strategis ESDM Mohammad Idris Sikhite menegaskan, pemerintah akan mendukung upaya Pertamina dengan mengambil kebijakan yang memperkuat upaya Pertamina.
Baca juga: Pertamina Jelaskan Manfaat Kota Energi Mandiri pada COP 29 di Azerbaijan
CCS juga merupakan upaya serius pemerintah untuk mencapai ketahanan energi.
“CCS mendukung operasional industri minyak dan gas tanah air,” kata Sikhite pada pertemuan COP 29, Jumat (15/12). 11).
Baca Juga: Pertamina Jadikan Biofuel Salah Satu Kunci Percepatan Transisi Energi
Sihite menjelaskan kapasitas CCS Indonesia mencapai 577,62 gigaton.
Saat ini terdapat setidaknya 15 lokasi penelitian dan pengembangan teknologi CCS di seluruh cekungan minyak dan gas.
Baca Juga: Jelang COP 29 di Azerbaijan, Pertamina Tegaskan Kembali Komitmen Dukung Transisi Energi Tanah Air
“Dibutuhkan kerja sama di bidang keuangan dan teknologi untuk mewujudkan potensi CCS di Indonesia,” tegas Sihit. Upaya ini dapat mengurangi polusi secara signifikan.
SVP Technology Innovation Pertamina Oki Muraza menjelaskan, Pertamina mendukung penuh target pemerintah untuk mencapai pertumbuhan ekonomi 8% di masa depan.
Oleh karena itu, Pertamina juga terus menerapkan strategi penurunan emisi karbon.
Oleh karena itu, CCS dan CCUS akan berperan penting dalam mencapai tujuan menghasilkan lebih banyak energi (NZE) pada tahun 2060 atau lebih awal, kata Oki bersamaan.
Beberapa studi sedang dilakukan di Pertamina yang memiliki kapasitas penyerapan karbon hingga 7 gigaton CO2 yang dapat mendukung target NZE Indonesia.
Untuk mewujudkan potensi ini, penerapan CCS memerlukan lingkungan yang kuat mulai dari penangkapan, pengangkutan, dan penyimpanan injeksi CO2.
“Tantangan terbesarnya adalah tingginya biaya penangkapan karbon,” kata Oki. Jadi, kami mengembangkan kemampuan internal untuk teknologi ini. “
Berbagai proyek pengembangan CCS/CCUS telah dilaksanakan oleh Pertamina, seperti pengembangan CCS Cekungan Asri di Jawa Utara, serta pengembangan CCUS di lapangan Jatibarang dan Sukowati.
Masih banyak peluang lain yang masuk dalam rencana Pertamina ke depan.
Indonesia juga berpotensi menjadi pusat CCS regional di Asia Pasifik, mengingat negara-negara maju seperti Singapura, Korea, dan Jepang tidak memiliki kapasitas penyimpanan karbon yang memadai, kata Oki.
Proyek CCS memerlukan banyak modal, teknologi canggih, infrastruktur dan dukungan.
Pemerintah Indonesia sudah mulai mengeluarkan peraturan, seperti Perpres 2024, untuk mendukung penerapan CCS dan perdagangan karbon.
Pertamina juga membutuhkan insentif finansial agar proyek tersebut layak secara ekonomi.
“Kerja sama internasional sangat penting,” pungkas Oki. “Pertamina telah memanfaatkan berbagai kemitraan strategis dengan mitra internasional untuk melaksanakan proyek ini.”
Sebagai perusahaan terdepan di bidang transmisi energi, Pertamina berkomitmen mendukung tujuan produksi berkelanjutan tahun 2060 dengan terus menggalakkan program-program yang berdampak langsung pada pencapaian Tujuan Pembangunan Berkelanjutan (SDGs).
Seluruh upaya tersebut sejalan dengan penerapan Environmental, Social and Governance (ESG) dalam praktik dan operasional Pertamina. (mrk/Medan Pers)