Medan Pers, JAKARTA – Senior Vice President, Government Affairs Indosat, Ajar Edi memperkirakan potensi kecerdasan buatan (AI) dapat mempengaruhi 8% perekonomian nasional jika dikelola dan dimanfaatkan dengan baik.
Hal itu terungkap saat peluncuran program Asta Cita Center yang diselenggarakan GP Ansor.
BACA JUGA: GP Ansor luncurkan Asta Cita Center, Lembaga Think Tank untuk mewujudkan Indonesia emas.
“Pasar AI di Indonesia sangat besar. Kalau pemerintahan Pak Prabowo bisa memanfaatkannya dengan benar, bisa meningkatkan perekonomian sebesar 8%, tapi harus ada data (pembangunan) di Indonesia,” kata Ajar Edi. Dari. Medan Pers, Kamis (16/1).
Dijelaskannya, Asta Cita Center sendiri merupakan think tank yang berada di bawah kendali GP Ansor dan diharapkan mampu memanfaatkan potensi kecerdasan buatan yang ada di Indonesia.
BACA JUGA: Polri Siap Akui Kuna Diri Dukung Asta Cita
Ia mencontohkan, dalam mengelola kebijakan ketahanan pangan pemerintahan Prabowo-Gibran, kecerdasan buatan dapat dimanfaatkan untuk menghubungkan program-program pemerintah.
“Ansor bisa melakukannya melalui Asta Cita Center, misalnya dengan menggunakan kecerdasan buatan untuk menghubungkan program pemerintah seperti yang ada di India,” lanjutnya.
Baca Juga: Prabowo Masuk Daftar 10 Pemimpin Terbaik Dunia, Tanggapan CEO Garuda Asta Cita
Ia menjelaskan, India serius mengembangkan kecerdasan buatan dalam berbagai bahasa untuk berkontribusi pada proyek pemerintah.
Ajar Edi mengatakan India sedang melakukan eksperimen kecerdasan buatan dengan para petani untuk menyebarkan pengetahuan dan literasi, terutama untuk meningkatkan produktivitas.
“Misalnya bagaimana cara mendapatkan subsidi pupuk? AI bisa menjawabnya,” ujarnya.
Namun Ajar Edi mengingatkan, untuk pengembangan kecerdasan buatan kita tidak boleh berhenti belajar dan mengajar untuk menyediakan sumber daya data.
Ia berharap Centro Asta Cita dengan ukuran dan sumber daya manusianya mampu memanfaatkan peluang tersebut.
Harapannya kita bisa membangun AI Indonesia. Hal ini juga berlaku di Indonesia, ujarnya.
Menurutnya, peluang lain pengembangan kecerdasan buatan di Indonesia adalah memperkuat kerja sama untuk mengisi kekurangan talenta digital.
“Kalau Ansor bisa mengajak perusahaan bertemu di kampus, bisa dibuat kelompok, lalu Ansor akan menampilkan dirinya sebagai ahli. Ansor bisa berperan,” jelasnya.
Sementara itu, pakar pertahanan dan keamanan Anton Ali Abbas menilai pengembangan kecerdasan buatan merupakan peluang yang sangat baik dengan gaya kepemimpinan Prabowo yang percaya pada sains dan sains.
“Kalau saya perhatikan, Prabowo sibuk, tapi dia bisa menerima penerapan pendekatan ilmiah dan edukatif,” ujarnya.
Menurutnya, wadah pertemuan yang paling tepat untuk pengembangan kecerdasan buatan di Indonesia adalah melalui kajian ilmiah dan kajian yang bisa dilakukan, bukan sekadar konferensi.
“Saya rasa saya menemukan di sana, misalnya, Asta Cita Center menawarkan program ilmiah dan pendidikan, tapi bisa diimplementasikan,” ujarnya.
Di sisi lain, Direktur ELSAM Wahyudi Djafar mengatakan, gambaran Asta Cita tentang pemerintahan Prabowo-Gibran sebenarnya mengandung istilah “gangguan AI”.
Kecerdasan buatan, lanjutnya, berkembang pesat setelah ditemukannya teknologi Big Data dan terus bertransformasi menjadi kecerdasan buatan generatif.
“AI saat ini bukanlah alat prediksi, tapi pembangkitan,” kata Wahyudi (mcr8/Medan Pers)