Medan Pers – JAKARTA – Feria Primaresti, peneliti Institut Indonesia (TII), mengatakan akan berbahaya jika partai politik mengikuti pemilihan induk di desa.
Masuknya partai politik dapat menimbulkan sejumlah kekhawatiran mengenai dampaknya terhadap proses demokrasi dan nilai-nilai pemerintahan di tingkat desa.
Artikel terkait: Utah ICoMUS 2024 mendorong kolaborasi antar peneliti multidisiplin
Masuknya partai politik ke pemilu desa berisiko meningkatkan polarisasi dan konflik antar masyarakat desa, kata Peneliti Politik TII Feria Primaresti di Jakarta, Rabu, 11 Juni.
Pak Feria menanggapi usulan Wakil Presiden Badan Legislatif (Baleg) DPR RI Ahmed Doli Kurnia untuk menggunakan sistem formal kepartaian dalam pencalonan pemilu desa.
Artikel Terkait: Tiga Lima
Menurut Dori, partai politik yang digunakan di desa saat ini bukanlah partai politik yang terdaftar, melainkan kelompok politik lokal seperti Partai Jackal dan Partai Pepaya pada dasarnya sudah menerapkan sistem kepartaian.
Dori mengatakan tujuan usulannya adalah untuk menciptakan sistem politik yang terstruktur hingga tingkat desa.
Baca Juga: Limbah Kaca Air Mineral Ancam Laut Indonesia, Peneliti Jelaskan Fakta Ini
Namun, Ferrier mengatakan bergabung dengan partai politik nasional dapat menimbulkan konflik kepentingan bahkan campur tangan aktor politik nasional dan lokal.
Feria khawatir keikutsertaan partai politik nasional dalam pemilu desa akan membuat perangkat desa menjadi kurang netral dan meningkatkan ketergantungan kepala desa terhadap partai yang didukungnya.
Akibatnya, agenda politik tertentu dapat mengubah kepentingan masyarakat desa. Hal ini juga berimplikasi pada praktik pemilu desa dan kearifan lokal yang lebih erat kaitannya dengan kondisi adat desa.
“Hubungan dengan konstituen, isu yang diangkat, bahkan kekuatan hubungan desa juga termasuk di dalamnya,” ujarnya.
Feria mengatakan penerapan sistem partai dalam pemilu desa dapat mengurangi partisipasi calon independen dan warga desa yang bukan anggota partai politik.
Jika partai politik nasional berpartisipasi, sistem pemilu desa akan tunduk pada “batas” yang sama seperti pemilu nasional dan lokal, katanya.
Artinya, terbatasnya peluang bagi calon yang tidak mendapat dukungan partai atau calon yang mempunyai potensi lebih besar dibandingkan calon dari partai tetapi modalnya lebih kecil.
“Padahal demokrasi desa biasanya dilandasi oleh gotong royong, kekeluargaan, dan kearifan lokal. Pemberlakuan sistem kepartaian memerlukan kebijakan kepartaian, sehingga aspek partisipasi dalam pemilu desa cenderung bersifat “persaingan bebas”. katanya.
Pak Feria menekankan bahwa biaya aktivitas politik seperti mahar politik kepada partai politik tinggi dan sistem ini cenderung mendorong bangkitnya kaum kapitalis dan membatasi partisipasi dalam pemilu desa.
Selain itu, ketika sistem kepartaian digunakan dalam pemilu desa, dapat menimbulkan persaingan tidak sehat dan mengancam integritas dan komitmen pelayanan publik.
Beliau juga menyampaikan bahwa kita mendapatkan pengalaman nyata dalam pemilu dan pemilu pemerintah daerah.
Pak Ferrier menegaskan, jika usulan tersebut terlaksana maka harus konsisten dengan peraturan terkait lainnya, khususnya UU Pemerintahan Desa.
Pak Ferrier akan mengawal DPR bersama seluruh pemangku kepentingan untuk menyempurnakan proses legislasi, memastikan usulan melalui proses yang inklusif dan partisipatif, serta menjalani pengawasan dan pembahasan menyeluruh yang melibatkan pemangku kepentingan terkait, ujarnya. (Antara/Jepang)
Baca artikel lainnya… Peneliti: Ganjar Paling Ampuh Setelah Jokowi