Medan Pers, JAKARTA – Pemerintah dan pemangku kepentingan terkait membentuk kelompok kerja Jaringan Advokasi Inklusi Keuangan Digital Perempuan.
Pembentukan kelompok kerja ini bertujuan untuk memperkuat dan menyatukan inisiatif inklusi yang dilakukan oleh masing-masing sektor agar lebih fokus dan berdampak.
Baca juga: Koordinasi Kementerian Perekonomian Dorong Percepatan Reformasi Regulasi Melalui Workshop
Satgas yang dibentuk melalui Keputusan Deputi Bidang Koordinasi Makroekonomi dan Keuangan Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian Nomor 6 Tahun 2024 ini akan mencakup bidang kerja akses layanan keuangan, layanan keuangan digital, dan teknologi informasi. . , dan penggunaan data terpilah gender.
Dalam peluncuran ini, Kemenko Perekonomian menggandeng sejumlah negara yakni Kementerian Koordinator Pembangunan Manusia dan Kebudayaan, Bank Indonesia, Otoritas Jasa Keuangan, Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak, Badan Perencanaan Pembangunan Nasional, dan Wanita di Perbankan.
Baca juga: Menko Airlangga dorong industri kelapa sawit berkelanjutan, efisien dan kompetitif
Peluncuran ini menandai kolaborasi kelembagaan multi-pemangku kepentingan dan mendorong digitalisasi keuangan yang berpotensi memperluas akses keuangan bagi perempuan pedesaan. Peluncuran dipimpin oleh Deputi Bidang Koordinasi Makroekonomi dan Keuangan Kementerian Koordinator Perekonomian Feri Irawan dan Kepala Bank Indonesia Bidang Ekonomi Keuangan Inklusif dan Hijau Anastuti Kusumavardhani.
Wakil Feri Irawan mengatakan perempuan mempunyai peran penting dalam mencapai tujuan 80 persen kepemilikan akun.
BACA JUGA: Menko Airlangga Terima Duta Besar China, Bahas Program Taman Kembar Kedua Negara
“Oleh karena itu, program literasi dan pendidikan perempuan harus semakin diperkuat,” kata Deputi Ferri Irawan saat memimpin peluncuran Kelompok Kerja Jaringan Advokasi Inklusi Keuangan Perempuan pada Lokakarya Nasional “Kolaborasi dan Inovasi Keuangan Inklusif bagi Perempuan”. digelar di Jakarta pada Rabu (13/11).
Deputi Feri Irawan mengatakan, keberadaan kelompok kerja ini merupakan wadah koordinasi, komunikasi, serta monitoring dan evaluasi agar semua pihak yang terlibat dapat saling belajar.
“Kolaborasi dan inovasi adalah kunci untuk menciptakan kebijakan yang berdampak lebih besar terhadap inklusi keuangan perempuan,” tegasnya.
Urgensi untuk mendorong inklusi keuangan perempuan didasarkan pada kenyataan bahwa perempuan masih dirugikan dibandingkan laki-laki dalam hal jasa keuangan.
Laporan Implementasi Strategi Nasional Keuangan Inklusi (SNKI) tahun 2023 mencatat, tingkat kepemilikan rekening perempuan masih lebih rendah (74,3 persen) dibandingkan laki-laki (78,3 persen).
Persentase perempuan (88,1%) yang menggunakan produk dan jasa keuangan juga lebih rendah dibandingkan laki-laki (89,3%).
SNKI sendiri telah mengidentifikasi perempuan dan penyandang disabilitas sebagai kelompok sasaran dalam intervensi peningkatan inklusi keuangan.
“Perempuan adalah penopang ekonomi keluarga dan komunitasnya, di Bank Indonesia sendiri kami telah menetapkan pilar pemberdayaan perempuan dalam strategi ekonomi keuangan inklusif,” kata Anastuti, Kepala Ekonomi Inklusif dan Keuangan Hijau Bank Indonesia.
Dalam kesempatan yang sama, Direktur Inklusi Keuangan OJK Edwin Nurhadi mengatakan kehadiran layanan keuangan digital berpotensi mentransformasi layanan keuangan menjadi lebih inklusif.
Digitalisasi adalah sebuah terobosan dalam memastikan inklusi keuangan bagi perempuan, penyandang disabilitas, dan masyarakat yang tinggal di daerah pedesaan.
Dalam diskusi panel, para panelis juga menekankan potensi digitalisasi untuk menjembatani kesenjangan akses terhadap layanan keuangan, baik antara perempuan dan laki-laki, serta antara pedesaan dan perkotaan.
Kepala Kantor Wilayah Asia Tenggara sekaligus Direktur Global Women Banking Christina Mains dalam paparannya menyampaikan bahwa kesenjangan gender masih terjadi di sektor digital UMKM, dimana hanya 44 persen pelaku UMKM perempuan digital yang mampu menopang bisnisnya selama 3 tahun. . -5 tahun.
Selain itu, upah perempuan di UMKM digital juga lebih rendah 22 persen dibandingkan laki-laki.
Menanggapi hal tersebut, Deputy Director Global Banking Women’s Southeast Asia Policy, Vitasari Anggreeni mengatakan, digitalisasi UMKM perempuan, termasuk perempuan penyandang disabilitas dan pedesaan, menjadi prioritas ke depan yang harus terus dikawal.
Ia mengatakan bahwa studi Perempuan Perbankan Dunia menemukan bahwa perempuan pedesaan berada di garis depan dalam perluasan layanan keuangan.
“Dengan kerja sama multilateral, kita dapat menjajaki lebih jauh tindakan-tindakan yang tepat untuk mencapai inklusi keuangan,” kata Vitasari Anggraeni.
Perlu diketahui bahwa Satgas Jaringan Advokasi Keuangan Digital Perempuan terdiri dari 24 lembaga pemerintah dan penyedia jasa keuangan.
Cikal bakal jaringan ini tercipta pada tahun 2022 melalui kemitraan antara World Banking Women dan Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak.
Berbagai inisiatif seperti peningkatan literasi keuangan bagi perempuan, lokakarya inklusi disabilitas bagi penyedia jasa keuangan dan dialog publik antar kementerian telah dilakukan melalui jaringan ini.
Acara tersebut juga dihadiri oleh perwakilan Badan Pusat Statistik, perbankan, penyedia jasa keuangan, serta sejumlah yayasan dan lembaga publik. (mrk/Medan Pers)