Medan Pers, Jakarta – Pakar transportasi Ade Surya mengatakan penyelesaian permasalahan Over Dimension Overload (ODOL) harus dilihat dari dua sisi, yaitu sisi keselamatan dan sisi ekonomi. Artinya, tidak boleh ada trade-off atau preferensi yang merugikan pihak lain.
“Sampai saat ini penyelesaian ODOL masih bersifat trade-off, dimana sisi keselamatan diutamakan, sedangkan sisi ekonomi kurang diperhatikan,” kata Kepala Pengembangan Transportasi dan Logistik, Institut Transportasi dan Logistik Trishakti (IDL) baru-baru ini.
Baca Juga: Zero Otoll Diterapkan Jika Sumber Daya Manusia dan Daya Dukung Jembatan Timbang Ditingkatkan
Akibatnya, menurut dia, permasalahan ODOL belum juga terselesaikan. Oleh karena itu, harus ada titik tengah yang harus diambil dalam penyelesaiannya.
Dilihat dari struktur organisasi, dia mengatakan permasalahan ODOL ini terkait dengan Kementerian Perindustrian, Kementerian Perdagangan, Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian dan Kementerian Perhubungan serta Kementerian PUPR di bawah Kementerian Koordinator Kemaritiman. Urusan dan Investasi.
Baca Juga: Tes ODOL Dianggap Tak Berguna, Saran Penonton
Menurutnya, koordinator pun berbeda. Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian Melihat dari sisi perekonomian, Kementerian Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi lebih mementingkan manajemen dan regulasi agar tidak terjadi kecelakaan dan kerusakan jalan akibat truk ODOL.
Oleh karena itu, yang bisa menghubungkan dua pihak yang berbeda, koordinator kementerian ini, presiden sebagai lembaga formal yang ditunjuk untuk bidang logistik, ujarnya.
Baca juga: Pentingnya Jaga Kesehatan Gigi Anak Sejak Kecil, Gunakan Pasta Gigi Bebas Fluoride
Dia mengatakan penyelesaian masalah ODOL sangat penting untuk mendukung logistik. Sebab, lanjutnya, jika logistik bagus maka biaya atau harga logistik di tingkat konsumen juga akan rendah. Oleh karena itu, penerapan Zero OTL juga harus diperhatikan agar tidak membebani masyarakat konsumen dengan meningkatnya harga pokok akibat kenaikan biaya logistik, ”ujarnya.
Pasalnya, penerapan Zero ODOL mau tidak mau akan menimbulkan biaya tambahan bagi pemilik angkutan karena jumlah truk pasti bertambah, yang berarti tambahan biaya logistik pasti dibebankan kepada konsumen.
“Karena bagi pemilik truk dan pemilik kargo tidak masalah apakah menggunakan truk ODOL atau Zero ODOL. Dampaknya konsumen harus menanggung kenaikan biaya logistik, ujarnya.
Oleh karena itu, dia menyarankan agar pemerintah memberikan beberapa kelonggaran untuk menghindari peningkatan logistik akibat penerapan Zero ODOL. “Pemerintah harus memikirkan bagaimana menjaga biaya logistik tetap rendah sehingga tidak terjadi kebingungan dalam penerapan Zero ODOL,” ujarnya.
Ia juga mendesak pemerintah untuk lebih mengembangkan sistem transportasi kereta api dan tol laut. Menurut dia, truk tidak cocok untuk jarak jauh dan hanya mampu menempuh jarak 100 kilometer.
Kalau lebih dari itu, barang di truk harus ke jalur lain yang lebih efisien.
Oleh karena itu, pemerintah harus memikirkan infrastruktur jalan dan sistem transportasinya, bagaimana penanganannya, dilaksanakan dengan baik dan terintegrasi tanpa menambah biaya logistik, katanya.
Jadi menurutnya yang diperlukan untuk mengatasi permasalahan ODOL adalah perencanaan dan bukan hanya sekedar mengambil tindakan seperti yang selama ini dilakukan.
Padahal, sebelum mengambil tindakan, sebaiknya dilakukan perencanaan terlebih dahulu seperti yang digambarkan dalam peta, ujarnya (ray/Medan Pers).