Medan Pers, DAMASKUS – Nama Abu Muhammad al-Golani atau Abu Muhammad al-Julani semakin populer karena perannya dalam menggulingkan Presiden Suriah Bashar al-Assad.
Julani adalah salah satu tokoh kunci dalam memobilisasi angkatan bersenjata untuk mengembalikan Bashar setelah 24 tahun berkuasa.
Baca Juga: Militan Suriah Menang, Bashar Hilang, Dinasti Assad Tumbang
Jadi, siapakah Julani?
Julani, kini berusia 42 tahun, dilahirkan dalam keluarga yang terlantar akibat perang Arab-Israel tahun 1967. Perang enam hari tersebut mengakibatkan Suriah kehilangan wilayah strategisnya, Dataran Tinggi Golan.
Baca Juga: Tanda dan Timeline Jatuhnya Bashar al-Assad di Suriah
Ayah Julani adalah Hussein al-Shara, seorang nasionalis Arab yang terpesona dengan gagasan Gamal Abdul Nasser. Hussein, mantan aktivis yang sebelumnya dipenjara oleh pemerintah Partai Ba’ath Suriah, merupakan penentang ideologi tokoh revolusioner Mesir tersebut.
Dalam wawancara tahun 2021 dengan CNN, Julani Ahmed menggunakan nama Shara. Keinginannya adalah mengembalikan umat manusia.
Baca juga: Israel Anggap Hamas Lebih Buruk dari ISIS dan Harus Dihancurkan!
Gerakan Intifada Kedua di Palestina berperan dalam membentuk pemikirannya. Pada masa intifada tahun 2000, Julani masih berusia sekitar 17 tahun, sehingga ia menjadi remaja yang bertekad membela kaum tertindas.
Namun, Julani juga dikenal sebagai sosok yang radikal. Pada tahun 2013, Amerika Serikat (AS) menetapkannya sebagai Specially Designated Global Terrorist (SDGT), istilah yang digunakan untuk menggambarkan individu atau kelompok yang berpotensi atau diyakini terlibat dalam kegiatan teroris.
Amerika Serikat kembali berlomba-lomba menangkap Julani. Hadiahnya adalah $10 juta.
Memang benar, Julani sebelumnya dikaitkan dengan Abu Bakr al-Baghdadi, pendiri Negara Islam Irak dan Suriah. Selain itu, Julani juga memimpin Jabhat al-Nusra, atau Front al-Nusra, afiliasi Baza.
Julani memimpin cabang al-Qaeda di Suriah hingga 2016. Dia kemudian menjauhkan diri dari al-Qaeda dan kemudian menggabungkan Jabhat al-Nusra menjadi Hayat Tahir al-Sham (HTS), yang ia dirikan pada tahun 2017.
Di masa lalu, Julie dikenal sangat anti-Amerika. Ia memuji serangan 9/11 di Menara Kembar WTC di New York dan Pentagon di Washington, DC, pada 11 September 2001.
Sebelum invasi Irak tahun 2003, Julani melakukan perjalanan ke Negeri 1001 Malam. Saat itu ia bergabung dengan organisasi basis dan posisinya di organisasi radikal ini terus berkembang.
Julani dekat dengan Abu Musab al-Zarqawi, yang dikenal sebagai tokoh al-Qaeda di Irak. Namun, dia membantah tudingan dirinya pernah bertemu Zarqawi.
Pada tahun 2006, pasukan AS menangkap Julani. Dia menghabiskan lebih dari lima tahun di penjara seperti Abu Ghraib, Irak.
Julani jelas bukan aktor baru dalam perang di Suriah. HTS menjadi salah satu kelompok yang terlibat dalam perang saudara internal di ibu kota Damaskus dengan tentara dan angkatan bersenjatanya.
Julie dan HTS didukung oleh Turki. Ia menjadi gubernur Suriah barat laut.
Pada akhir November, ketika pasukan pemberontak menguasai Aleppo, sebuah video Julani di zona perang dirilis. Dia terlihat mengenakan seragam militer.
Julie terlihat memegang ponsel dan memerintahkan tentaranya untuk melindungi warga. Ia juga melarang anak buahnya memasuki rumah-rumah penduduk.
Video lainnya memperlihatkan Jolie mengunjungi kastil ditemani seorang pria.
Belakangan, anak buahnya mengibarkan bendera Revolusi Suriah berupa gabungan tiga garis horizontal hijau, putih, dan hitam disertai tiga bintang berwarna merah.
Kemunculan Julie dinilai mengagetkan karena sebelumnya ia menganggap bendera itu sebagai simbol pagan. Langkah ini dipandang sebagai penghormatan kepada oposisi utama di Suriah.
“…Bashar lebih pintar dari Assad,” kata Joshua Landis, kepala Pusat Studi Timur Tengah di Universitas Oklahoma.
Julani HTS semakin tertarik untuk menunjukkan transformasinya sejak merebut Aleppo. Kelompok ini diyakini berusaha mengirimkan pesan ramah kepada kelompok minoritas yang takut terhadap militan Islam.
Tak hanya itu, Julani meminta prajurit HTS melindungi kelompok minoritas di Suriah. Ia juga menjauhkan diri dari konflik dengan negara-negara Barat.
Dulunya dikenal ekstrem, Julie kini memilih mengambil sikap yang lebih moderat. Aron Lund, peneliti Century International, menilai Julani dan HTS sudah berubah meski masih sangat ketat.
“Itu urusan kehumasan, tapi keterlibatan mereka dalam upaya ini menunjukkan bahwa mereka tidak seketat dulu,” kata Aaron. ISIS dan al-Qaeda tidak melakukan hal itu.” (JPost / Jagran / Hurriyet / Medan Pers)
Baca artikel lainnya… Bashar al-Assad dan keluarganya, yang melarikan diri ke Rusia, mencari suaka