Mitigasi Emisi Kendaraan, Grand Design Net-ZEV Masuk RPJMN 2025-2029

author
1 minute, 53 seconds Read

Medan Pers, JAKARTA – Sejak penandatanganan Protokol Kyoto pada tahun 2005, Indonesia telah berupaya mengurangi emisi gas rumah kaca (GRK) untuk menjaga kenaikan suhu global di bawah 1,5°C pada tahun 2100.

Namun, sektor transportasi menyumbang sekitar 23% dari total emisi gas rumah kaca di negara tersebut, dan polusi udara perkotaan menyebabkan masalah kesehatan yang serius.

BACA JUGA: Program RPJMN Tak Jalan, Kembali ke Program Pelita dan Repelita

Menurut KPBB (Komite Penghapusan Bensin Bertimbal), pada tahun 2016, biaya pengobatan warga Jakarta akibat pencemaran udara mencapai Rp51,2 triliun, naik dari Rp38,5 triliun pada tahun 2010 (KLH).

Untuk mengatasi masalah ini, pemerintah dan pemangku kepentingan sepakat bahwa diperlukan strategi yang lebih terintegrasi untuk mengurangi emisi transportasi.

BACA JUGA: Dengan mengurangi emisi gas rumah kaca, SIG meningkatkan penggunaan bahan bakar alternatif

Menurut data UNEP 2020, pengenalan kendaraan listrik di Indonesia dapat menghasilkan manfaat ekonomi sebesar Rp 9,603 triliun pada tahun 2030 melalui penghematan bahan bakar dan peningkatan produktivitas serta kesehatan masyarakat.

Oleh karena itu, perumusan proyek Grand Zero Emission Vehicle (net-ZEV) menjadi suatu keharusan dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2025-2029.

BACA JUGA: PT PLN Indonesia Power UBH uji emisi gas buang mobil

Pada tanggal 8 November 2024, KPBB dan ClimateWorks Foundation menyelenggarakan lokakarya nasional bertajuk “Grand Design Net Zero Emission Vehicle” di Hotel Aryaduta Jakarta. Lokakarya ini dihadiri oleh 133 orang dari kementerian, industri otomotif, dan lembaga sipil yang bertujuan untuk mengembangkan strategi pengurangan emisi gas rumah kaca di sektor transportasi.

Wakil Koordinator Bidang Komunikasi M. Rachmat Kaimuddin menyatakan net ZEV harus menjadi bagian dari program pembangunan nasional.

“Net-ZEV merupakan kendaraan yang tingkat emisinya mendukung tercapainya kendaraan karbon netral, yaitu keseimbangan antara emisi karbon dioksida yang dihasilkan kendaraan dan kemampuan kita dalam menguranginya,” kata Rachmat dalam keterangannya, Selasa (12/12). 11).

Ahmad Safrudin menyoroti ketertinggalan Indonesia dalam mengurangi emisi gas rumah kaca dari kendaraan bermotor. Kekurangannya mencakup standar emisi karbon dioksida kendaraan yang tidak diatur; Program mitigasi GRK pada kendaraan bermotor dan elektrifikasi sempat tertunda, misalnya pengenalan bus listrik di Jakarta yang seharusnya mencapai 2.700 unit pada tahun 2024, baru tercapai 100 unit.

“Kemudian bahan bakar berkualitas rendah (seperti bahan bakar sulfur tinggi) dengan tingkat emisi karbon dioksida yang tinggi tetap didistribusikan,” jelas Ahmad.

Rachmat menambahkan, penerapan net-ZEV tidak hanya akan mendukung penurunan emisi, tetapi juga mendorong perkembangan industri otomotif dalam negeri.

Agenda net-ZEV harus menjadi landasan pengembangan industri otomotif dalam negeri dan fokus pada produksi kendaraan net-zero emisi, ujarnya (jlo/Medan Pers).

Similar Posts

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *