Presiden kelima Republik Indonesia, Megawati Soekarnoputri, meminta negara-negara di dunia untuk merumuskan hukum internasional tentang penggunaan kecerdasan buatan (AI).
Demikian disampaikannya pada kuliah umum peringatan 300 tahun Universitas Saint Petersburg (SPBU) di Rusia, Senin (16/09).
BACA JUGA: Megawati undang ilmuwan Rusia untuk mempelajari gunung berapi bawah laut di Indonesia
Dalam ceramahnya, Megawati mengangkat judul Tantangan Geopolitik dan Pancasila Sebagai Jalan Menuju Tatanan Dunia Baru.
Awalnya, putri pendeta Indonesia, Sukarno atau Bung Karn, dalam ceramahnya mengatakan bahwa setiap negara harus memitigasi potensi konflik, termasuk penyalahgunaan kecerdasan buatan.
BACA JUGA: Megawati ingin Rusia dan Indonesia mitigasi potensi bencana gunung berapi bawah laut
Potensi konflik harus segera dikurangi, termasuk dengan menyalahgunakan kemajuan teknologi, termasuk kecerdasan buatan, kata Megawati.
Ketua Dewan Pengarah BRIN mengakui kemajuan teknologi dapat membawa manfaat sekaligus kontraproduktif.
BACA JUGA: Kunjungan kerja Megawati ke Rusia dan Uzbekistan pererat kedekatan kedua negara
Namun jangan lupa, di sisi lain teknologi yang digunakan untuk senjata pemusnah massal dapat menghancurkan peradaban, kata Megawati.
Belakangan, Wakil Presiden Kedelapan RI ini menyatakan penyalahgunaan kecerdasan buatan pada akhirnya akan memperburuk masalah geopolitik dan berpotensi melahirkan aktor non-negara.
Pada akhirnya, menurut Megawati, konflik antar negara bisa timbul karena perbedaan kepentingan nasional dan bentrokan penguasaan sumber daya.
Saat itu, Ketua Dewan Pengarah BPIP menyatakan bahwa setiap negara harus memperhatikan keterlibatan aktor non-negara dalam penggunaan AI.
“Bagaimana jika kemajuan kecerdasan buatan terkait senjata modern yang mengancam keamanan manusia dikendalikan oleh aktor non-negara,” kata Megawati.
Dari situ, ia berpendapat bahwa semua negara harus mengembangkan peraturan hukum yang mengatur penggunaan kecerdasan buatan untuk mencegah meluasnya konflik.
“Menurut saya, hukum internasional harus segera mengatur hal ini. “Segala potensi konflik harus dimitigasi melalui penerapan hukum internasional,” kata Megawati.
Ketua Umum PDI Perjuangan juga mengingatkan agar undang-undang AI internasional dikembangkan dalam semangat kesetaraan. Bukan berdasarkan dominasi negara besar.
Untuk mempromosikan gagasannya, Megawati mengingatkan dunia pada gagasan Bung Karn pada tahun 1960-an. 30 September Memberikan pidato di Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) “Make the world anew”.
Dalam pidatonya, Bung Karno menyerukan reformasi lembaga-lembaga PBB, demokratisasi dan penghormatan terhadap kesetaraan negara.
Kedua, dalam pidatonya Bung Karno menyerukan dilakukannya restrukturisasi Dewan Keamanan PBB agar lebih efektif dalam menyelesaikan konflik.
Ketiga, dalam pidatonya, Bung Karno menyinggung tentang relokasi markas besar PBB ke negara yang tidak terlibat konflik dan pencantuman asas Pancasila dalam konstitusi organisasi negara.
Menurut Megawati, jangan sampai hukum internasional tentang kecerdasan buatan menjadi alat hegemoni negara-negara tertentu di dunia.
Saya juga semakin prihatin dengan munculnya model kolonial gaya baru yang menggunakan kekuatan ekonomi, keunggulan pangan dan teknologi, serta hukum internasional sebagai alat hegemoni, kata Megawati.
Mendampingi Megawati juga saat memberikan kuliah umum di St. Petersburg, Duta Besar Pendidikan dan Sains dan Teknologi Dunia Universitas St. Petersburg, prof. Toko Roti Connie Rahacundini. Turut pula mendengarkan kuliah umum Duta Besar RI untuk Rusia Jose Tavares. (ast/Medan Pers)