Medan Pers – Berziarah ke Palembang, Sumatera Selatan, belum lengkap rasanya tanpa menengok Alquran. Kehadiran Alquran menjadi daya tarik wisatawan lokal maupun mancanegara. Kisah penciptaan raksasa Al-Quran memang penuh suka dan duka.
Kabar memilukan, Palembang
BACA JUGA: Sambut Idul Fitri, Dani Danareksa Serahkan Ribuan Al Quran dan Paket Sembako
Al-Qur’an Agung 30 juz yang ditulis dan diukir pada potongan kayu ini diresmikan oleh Presiden keenam Republik Indonesia Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) pada tanggal 30 Januari 2012 dan memiliki serta perwakilan dari 51 negara Islam di dunia.
Sejak awal kemunculannya, Al-Qur’an Agung telah menjadi daya tarik bagi para peziarah agama.
BACA JUGA: Selamat, Gus Jazil Kini Menjadi Ketua Jamiyah Mudarasah Al-Quran Jatim
Alquran Agung yang terletak di Jalan Moh Amin, Kecamatan Gandus, Palembang ini indah sekali.
Banyak orang mendengar keindahan Al-Qur’an.
BACA SEMUA: Taqy Malik: Ilmuwan Ramai Bahas Ukuran Alquran, Malah Khawatir dengan Suara Azan
Namun, di balik kehebatan Al-Qur’an, terdapat kisah penuh perjuangan penciptaannya.
Penciptaannya disutradarai oleh Syofwatillah Mohzaib.
Ia menjadi seniman kaligrafi sejak tahun 1995 setelah lulus dari pesantren.
Ustaz Opat alias Syowatillah Mohzaib mulai menulis kaligrafi di karton.
Belakangan ia mendapat instruksi untuk membuat kaligrafi di musala dan masjid.
Pada tahun 2002, Ustaz Opat ditugaskan membuat kaligrafi di Masjid Raya Palembang.
Ia bersama tim mengerjakan ukiran pada mimbar, pintu, dan jendela Masjid Raya Palembang.
Nah, disela-sela pekerjaannya, suatu malam Ustaz Opat bermimpi sedang membuat halaman besar Alquran dari kayu.
Setelah berpikir, dia memutuskan untuk mewujudkan mimpinya.
Ustaz Opat mulai mengerjakan proyek itu sendiri karena terinspirasi oleh mimpinya.
Al-Qur’an tidak sebanyak 315 lembar seperti sekarang.
Diawali dengan dua undangan, surat Al-Fatihah dan halaman pertama surat Al-Baqarah.
Syofwatillah Mohzaib atau Ustaz Opat, pendiri Al-Quran Agung di Palembang, Sumatera Selatan. Foto: Cuci Hati/Medan Pers.
Usai membuat dua buah kaligrafi, Opat mempersembahkan karyanya kepada para penjaga Masjid Agung Palembang, dan para Ulama Kota Palembang serta guru-gurunya Pondok Pesantren Ar Riyadh Palembang dan guru-gurunya Pondok Pesantren Al Khoiriyah Banten. dan Arrisilah Ponorogo.
Saat itu, Ustaz Opat pun meminta dukungan untuk melanjutkan kiprahnya.
Namun saat itu Ustaz dan Ulama mengatakan, membuat Alquran dari serutan kayu tidak memerlukan biaya banyak, kata Ustaz Opat saat dihubungi Medan Pers di Bayt Al-Qur’an Akbar, Gandus, Palembang.
Pendeta kemudian berpesan kepada Ustaz Opat untuk bertemu dengan salah satu tokoh masyarakat di Kota Palembang, Marzuki Alie, yang merupakan Manajer Bisnis PT Semen Baturaja (Persero) di Sumatera Selatan.
Marzuki Alie juga melaksanakan ibadah di Masjid Raya Palembang dan bakti sosial lainnya.
Kemudian pada tahun 2002, Ustaz Opat bertemu Marzuki Alie.
Opat mengungkapkan cintanya kepada Marzuki.
Gayung bersambut. Marzuki telah memutuskan untuk menjadi pemimpin sehari-hari sebuah kelompok yang mencari uang untuk membuat Al-Qur’an Agung.
Kemudian, Marzuki meminta Direktur PT Semen Baturaja (Persero) Sumsel saat itu, Bakti Setiawan, menjadi ketua umum rombongan untuk memberikan dana pembuatan Al-Qur’an.
Padahal pada tahun 2002, Marzuki Alie diminta memimpin perayaan Tahun Baru Islam di Masjid Raya Palembang.
Dalam sambutannya, Marzuki menyampaikan rencana menjadikan Al-Quran sebagai pohon terbesar di dunia.
Namun, ia juga mengatakan ada kendala finansial dalam pembuatan Al-Qur’an.
Taufiq Kiemas, Bapak Republik Indonesia saat itu, datang untuk merayakan Tahun Baru Islam.
Taufiq Kiemas langsung menawarkan bantuan.
“Langsung dia kasih lima juz nama lima orang,” kata Ustaz Opat.
Harga Taufiq Kiemas Rp 200 juta.
Proyek pembuatan Al-Qur’an Agung sedang berlangsung.
Panitia terus mencari dana untuk terus memproduksi Al-Quran Agung.
“Sebenarnya sampai akhir tahun 2003 sudah dibuat sebanyak 20 juz Al-Qur’an. Namun, dana masih terkendala,” kata Ustaz Opat.
Untuk terus membuat Al-Qur’an, pria kelahiran 14 April 1975 ini harus meminjam uang ke banyak tempat.
“Waktu itu saya punya hutang sana-sini, mencari-cari lubang untuk menutup lubang itu, sampai saya menjual pajak istri saya, tapi uangnya tidak cukup. Akhirnya pada saat itulah, Al-Quran berhenti total,” kenangnya. Ustaz Opat.
Pada pertengahan tahun 2003, SBY yang menjabat sebagai Kepala Gabungan Bidang Politik, Sosial, dan Keamanan mengunjungi Kota Palembang.
Panitia juga mengajak SBY untuk melihat ukiran Alquran.
Usai melihat Alquran, SBY pun menyumbangkan sejumlah uang.
SBY pun menghimbau masyarakat untuk menyelesaikan penulisan Al-Qur’an.
“Alhamdulillah atas pertolongan Pak SBY bisa membuat Al-Quran berfungsi kembali,” jelas Ustaz Opat.
Namun setelah SBY membantu, tidak ada yang ikut sehingga produksi Alquran dihentikan.
Pada tahun 2004, Syofwatillah terpilih dan terpilih menjadi anggota DPRD Kota Palembang.
Opat menerima gaji dan tunjangan.
“Jadi, gaji dan biaya saya gunakan untuk menyelesaikan pembuatan Alquran tanpa meminta sumbangan dari mana pun,” jelasnya.
Setelah lukisan Al-Qur’an selesai dibuat, Opat langsung menyerahkannya ke Masjid Raya Palembang.
Alasannya, Al-Qur’an memperbolehkan kita menganalisisnya oleh para ulama.
“Butuh waktu dua tahun bagi Ulama untuk melakukan evaluasi hingga akhirnya dinyatakan bahwa isi Al-Qur’an adalah benar dan tidak ada kesalahan,” jelasnya.
Tak sampai disitu saja, pada tahun 2009 Syofwatillah terpilih menjadi anggota DPR-RI dan terpilih.
Ustad Opat menulis ulang Al-Qur’an Agung menjadi seperti sekarang ini.
“Saya menggunakan uang hibah DPR-RI untuk pembuatan seri Al-Quran saat ini yang jumlahnya sekitar 1,5 miliar,” ujarnya.
Dikatakannya, pengerjaan gedung Al-Qur’an telah selesai dan didirikan pada 30 Januari 2012 yang mempunyai perwakilan dari 51 negara Islam.
“Jadi sekarang bisa menjadi perjalanan religius. Saya bersyukur Al-Quran akhirnya selesai dan diturunkan oleh Presiden Indonesia dan 51 negara Islam di seluruh dunia. “Sungguh tidak disangka Al-Qur’an Akbar menjadi karya resmi di dunia,” kata Ustaz Opat.
Dia mengatakan tidak ada posisi lain setelah pelantikannya. Ustaz Opat bahkan ingin sebagian rumahnya dibongkar agar bisa berkumpul di Pura Agung Al-Qur’an.
Bahkan setelah itu, lanjutnya, hampir tidak ada yang memperhatikan kehadirannya, Alquran yang agung, seolah peluncuran itu hanya mimpi sementara yang membuat siang dan tidurnya hilang keesokan harinya.
Hingga satu tahun dunia Al-Qur’an yang menggemparkan 51 negara Islam sekitar tahun 2012-2013.
Barulah setelah tahun 2013 diadakan MTQ internasional di palembang dan pada saat itu qari dan qariah internasional dari 41 negara mengunjungi Al Quran.
Sejak itu pengunjung dari kalangan pemerintah dan universitas mulai berdatangan untuk melihatnya, namun tentu saja sangat jarang,” kata Ustaz Opat.
Pada tahun 2014, ketika imam mulai memegang ayat-ayat jamaah setiap hari, ia mengadakan pertemuan taklim bersama jamaah untuk membaca Alquran bersama di Bayt Al-Qur’an.
“Setiap hari masyarakat datang dalam jumlah besar hingga Bayt Al-Qur’an menjadi tempat ziarah agama baru di Palembang,” kata Ustaz Opat.
Pada tahun 2018, Al-Quran Akbar mendapat penghargaan dari Dinas Pariwisata Indonesia sebagai destinasi wisata religi terpopuler di Indonesia.
“Karena dikunjungi sejuta orang dari seluruh Indonesia bahkan negara tetangga,” ujarnya.
Ketika Bayt Al-Qur’an Akbar menjadi tempat peziarah agama, Opat bisa membangunnya lebih besar dan terus ditingkatkan.
“Dengan pendanaan Pondok Pesantren Modern IGM Al-Ihsaniyah Gandus, Palembang,” kata Ustaz Opat.
Pengerjaan Al-Qur’an Agung memakan waktu sekitar 6 tahun, melibatkan 17 orang profesional yang meliputi 4 orang juru tulis, 7 orang pelukis, dan 6 orang pemoles.
Biaya pembuatan Al Quran sebesar Rp 1,2 miliar.
Al-Qur’an Agung terbuat dari kayu.
Ukuran tiap halaman 177×140×0,25 cm, dengan total 630 halaman.
Setiap loh Alquran dihias dengan gambar palembang termasuk gambar tumbuhan, dengan warna merah tua senada dengan warna khas palembang.
Cetakan surat-surat Al-Qur’an dicat dengan warna emas, warna khas kota palembang pada masa kesultanan palembang.
Membaca Al-Quran secara keseluruhan yang ditulis di atas kertas.
Sebuah Alquran berukuran besar ditulis di pohon tembesu.
Alasan pemilihan kayu tembesu karena tahan terhadap rayap, tidak mudah lapuk dan terbukti tahan lama.
Al-Qur’an yang bagus bisa jadi manis. Pengunjung bisa melihat ayat suci Alquran di kedua sisinya.
Nah, bagi yang ingin mengunjungi Al Quran bisa datang langsung ke Jalan Moh Amin, Kecamatan Gandus, Palembang. (mcr35/Medan Pers)