Medan Pers – Kelompok Negara Islam (ISIS) Indonesia kembali menarik perhatian publik. Meski tergolong organisasi terlarang, NII tetap mengerahkan jaringan dan anggotanya, termasuk di wilayah Sumatera Barat (Sumbar).
Fakhri Hamzah, Dharmasraya
BACA JUGA: Andre Rossiade memuji pendekatan Densus 88 yang mulus dalam menangani kasus NII Sumbar
ITA memiliki minat yang besar terhadap studi Islam. Warga Muaro Moomong, Kecamatan Pulau Punjung, Kabupaten Dharmasraya, Sumatera Barat ini memutuskan untuk mengikuti studi konser.
Perempuan berusia 43 tahun itu tergabung dalam kelompok belajar yang ustaz atau dosennya menarik.
BACA JUGA: Ultimatum Polisi kepada Anggota NII di Sumbar
“Ustaznya baik dan ramah sekali, jadi saya tertarik belajar agama dengannya,” kata Ita kepada Medan Pers baru-baru ini di Dharmasraya.
Ita merupakan salah satu dari 391 anggota NII di wilayah Sumbar. Mereka semua memutuskan mundur dari organisasi terlarang tersebut saat mengucapkan sumpah setia kepada NKRI, Rabu (27/4) di Polres Dharmasraya.
BACA JUGA: Pembebasan 391 Anggota NII yang Berbaiat ke RI Irjen Martinus: Ini Jumlah Terbanyak
Menurut Ita, ia mengikuti pengajian tersebut selama setahun lebih. Sebagai pemula, ia masih duduk di kelas satu pengajian.
Di tahun kedua perkuliahan, Ita mendapat materi berbeda. Ustasi yang mengajarinya datang langsung dari Jakarta.
“Saya mulai kelas dua dan saya sudah khawatir. “Ustasy mulai menyalahkan NKRI dan Pancasila,” ujarnya.
Hal serupa juga disampaikan Suparman. Warga Kenagarian VI Koto, Kecamatan Pulau Punjung, Dharmasraya ini pun antusias mengikuti pengajian.
“Saya mengundang keluarga saya untuk bergabung dengan gereja,” katanya.
Menurut Suparman, kelompok ini aktif mencari anggota baru dengan menggelar pengajian dari rumah ke rumah. Namun pada tahun keduanya di komunitas tersebut, segala sesuatunya terasa aneh baginya.
“Setahun kemudian, mereka membahas Pancasila, yaitu Tagut,” kata Suparman.
Pria kelahiran 1970 ini juga tidak pernah mengetahui nama organisasi yang menyelenggarakan pengajian tersebut. Menurut Suparman, pihak penyelenggara pengajian tidak pernah buka.
“Saya tidak pernah tahu apakah mereka orang Amerika. “Saat saya tanya siapa komandannya, mereka tidak menyebutkannya,” ujarnya.
Akhirnya Suparman dibujuk untuk keluar dari kelompok belajar. Ia pun mengajak teman-temannya untuk keluar dari kelompok kajian agama yang selalu berbicara buruk tentang pemerintah.
Namun upaya Suparman mendapat perlawanan dari pihak-pihak yang terlalu percaya pada NII. Semakin dia membujuknya untuk keluar, semakin dia mendesaknya untuk kembali.
“Saya keluar, banyak yang ingin kembali,” kata pria asal Lampung itu.
Pada tahun 2016, Suparman memutuskan keluar dari grup. Dua juga berusaha menjauhkan diri dari segala hal di sekitar organisasi.
Namun kelompok tersebut tetap menganggap Suparman sebagai anggotanya. “Saya sudah lama berhenti, tapi nama saya masih ada,” ujarnya.
Pria yang berprofesi sebagai kuli bangunan itu sempat grogi karena tergabung dalam NII. Oleh karena itu, ia bersumpah setia kepada NKRI agar namanya kembali bersih dan dapat beraktivitas seperti biasa.
“Saya tidak pernah terlibat dalam apa pun,” katanya.
Keputusan Ita, Suparman dan 389 eks anggota NII untuk mengikrarkan kesetiaan kepada NKRI tak lepas dari upaya Unit Khusus Penanggulangan Terorisme (Denzus) Polri 88.
Korps yang logonya bergambar burung hantu ini melakukan pendekatan kemanusiaan untuk mendorong anggota NII keluar dari organisasi terlarang tersebut.
Ketua Densus 88 Irjen Martinus Hukom pun menyempatkan diri datang ke Dharmasraya untuk menyaksikan langsung para eks anggota NII yang telah mengikrarkan kesetiaannya kepada NKRI.
“Kami adalah bagian dari anak bangsa yang mencintai negeri ini,” kata Martinus.
Mantan Kepala Badan Intelijen Densus 88 ini mengatakan pendekatan persuasif lebih efisien dan hemat biaya.
“Kami tidak ingin bersikap represif. Kami ingin duduk dan berbicara. Ini lebih penting daripada penangkapan,” katanya.
Teddy Minahasa, Irjen Pol Sumbar, pun mengungkapkan kepuasannya atas banyaknya eks anggota NII yang mengucapkan sumpah setia kepada NKRI.
“Ini saat yang tepat di bulan Ramadhan bagi saudara-saudara kita untuk melepaskan kesetiaannya,” ujarnya.
Namun lulusan Akademi Kepolisian (Akpol) tahun 1993 itu juga mengingatkan anggota NII lainnya untuk segera bertobat. Teddy memberi batas waktu kepada anggota organisasi radikal itu pada 20 Mei 2022.
Teddy memilih Hari Kebangkitan Nasional sebagai batas waktu anggota NII di Sumbar. “Kalau tidak (keluarkan NII, catatan redaksi), kami akan menerapkan tindakan penegakan hukum negara yang tegas,” ujarnya. (Jepang)