Medan Pers, Jakarta – Permasalahan sampah global, khususnya polusi plastik, memerlukan tindakan segera. Program Lingkungan Perserikatan Bangsa-Bangsa memperkirakan sampah plastik yang dibuang ke ekosistem perairan setara dengan 2.000 truk sampah setiap hari.
Setiap tahun, antara 19 dan 23 juta ton sampah plastik mencemari danau, sungai, dan lautan.
Baca juga: Fokus Berkelanjutan LPKR mencakup lini bisnis pengelolaan sampah
“Kita harus melakukan lebih dari sekedar upaya sukarela karena upaya tersebut belum menyelesaikan masalah,” kata Nordiana Darus, Sustainability and Corporate Affairs Director Unilever Indonesia, Sabtu (23/11).
Total volume bahan baku plastik di Indonesia akan mencapai 7.965 ton pada tahun 2021, dan tingkat daur ulang akan mencapai sekitar 12 persen pada tahun 2022, menurut Kementerian Perindustrian.
Baca juga: Mahasiswa UGM Ubah Sampah Plastik dan Minyak Bekas Menjadi Bahan Pelestarian Lingkungan
Akibat mentalitas “kumpulkan, angkut, buang” yang mengakar kuat di masyarakat Indonesia, Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) mengindikasikan bahwa pada tahun 2023, 76,6% sampah akan dibuang ke tempat pembuangan akhir (TPA). 54,4% di antaranya berakhir di tempat pembuangan sampah.
Apalagi menurut data Sistem Informasi Pengelolaan Sampah Nasional (SIPSN) tahun 2023, konsumsi plastik di Indonesia meningkat dari 16,74% (2019) menjadi 19,59% (2023).
Baca juga: Gerakan “Sekolah Sehat” Kemendikbud dan Mondelez Edukasi Sampah Plastik di Sekolah
Pada tahun 2023, Babenas memperkirakan jika permasalahan ini tidak diselesaikan maka seluruh TPA di Indonesia tidak akan mampu memenuhi kapasitasnya pada tahun 2028 atau bahkan lebih awal.
“Studi Kelompok Koordinasi Sampah Laut (TKNPSL) tahun 2020 memperkirakan sampah plastik yang sampai ke laut berjumlah 0,615 juta ton per tahun,” ujarnya.
Pemerintah berencana mengurangi sampah laut sebesar 30% pada tahun 2025 dan sampah plastik laut sebesar 70% pada tahun 2025 melalui upaya pengurangan, penggunaan kembali, dan daur ulang (3R).
Namun sampah dan sampah plastik masih menjadi masalah di berbagai daerah.
Berdasarkan data TKNPSL, pada akhir tahun 2023, hilangnya sampah plastik ke laut hanya berkurang 41,68%, dari 651.675 ton (2018) menjadi 359.061 ton (2023).
Oleh karena itu, para pengusaha dari berbagai sektor menyatakan dukungannya kepada pemerintah Indonesia untuk berpartisipasi aktif dalam Konvensi Plastik Global PBB sebagai salah satu cara untuk menyelesaikan masalah polusi plastik.
Ratifikasi ini dilakukan jelang sesi kelima Komite Negosiasi Antarpemerintah (INC-5) Konvensi Plastik Global PBB yang digelar di Busan, Korea Selatan mulai 25 November hingga 1 Desember 2024.
Hal tersebut diumumkan pada Kamis (21/11) dalam siaran pers yang dikeluarkan oleh Business Alliance for Global Plastics Contractors (BCGPT) di Jakarta atau Business Alliance for Global Plastics Contractors in Indonesia.
BCGPT tidak menyediakan rencana prasekolah, sekolah siswa, dan rencana konstruksi untuk Tiongkok Tiongkok Tiongkok Tiongkok Tiongkok Tiongkok Tiongkok Tiongkok Tiongkok Tiongkok Tiongkok Tiongkok Tiongkok Pendahuluan, Sekolah Siswa, dan Rencana Konstruksi.
Mengingat urgensi ini, dan di tengah kemajuan menuju INC-5, BCGPT menegaskan kembali bahwa perjanjian yang mengikat secara hukum yang mencakup siklus hidup plastik adalah peluang terbaik untuk mengatasi krisis polusi plastik.
“Komite Perundingan Antarpemerintah No. 5 merupakan katalis penting bagi seluruh pemangku kepentingan untuk bersama-sama menyepakati isi perjanjian dan melaksanakannya secara koheren,” tambahnya.
Perjanjian ini penting untuk mengatur beberapa pembatasan, mencapai tingkat produksi plastik yang berkelanjutan, serta memperluas tanggung jawab produsen atau Extended Producer Responsibility (EPR).
“Agar upaya penanggulangan permasalahan plastik dapat berjalan efektif, diperlukan seluruh pemangku kepentingan dalam rantai nilai plastik, baik perusahaan, pemerintah, akademisi, tokoh agama, tokoh masyarakat, media, komunitas, atau konsep kolaborasi,” kata Nona Helix yang akrab disapa Karina , Manajer Hubungan Masyarakat dan Komunikasi dan Keberlanjutan di Coca-Cola Europeacific Partners Indonesia (CCEP Indonesia).
Pendekatan seperti ini telah menunjukkan hasil positif dalam memperluas pengumpulan sampah dan meningkatkan standar hidup.
Hal ini merupakan bukti nyata akan perlunya kerja sama multipihak yang disesuaikan dengan konteks lokal demi transisi yang adil menuju ekonomi sirkular.
Ia mengatakan, “Perjanjian Plastik Global akan memberikan payung perlindungan bagi pengembangan ekonomi hijau di berbagai bidang.” (esy/Medan Pers)