Medan Pers – Anggota Exco PSSI Haruna Soemitro menjadi trending topik di media sosial setelah mengkritik pelatih timnas Indonesia Shin Tae Yong. Sepak bola bukanlah dunia asing bagi pria yang gagal mewujudkan mimpinya menjadi pesepakbola ini.
Muhammad Amjad, Jakarta
BACA JUGA: Haruna Soemitro Kritik Shin Tae Yong, Pengaruhnya Tak main-main
HARUNA yang lahir pada tahun 1964 di Magetan, Jawa Timur, sepertinya ditakdirkan untuk dekat dengan sepak bola. “Dulu rumah saya dekat lapangan sepak bola,” ujarnya saat berbincang dengan Medan Pers di atap Graha Pena, Jakarta, baru-baru ini.
Dia memulai ceritanya sambil sarapan. Teh sederhana dan snack berisi daging menjadi takjil bagi Haruna yang sedang berpuasa di hari David hari itu.
BACA JUGA: Haruna Soemitro
Selain duduk di Exco PSSI, Haruna juga menjabat sebagai Direktur Olahraga Madura United. Namun sebelumnya, ia menjadi pentolan Persebaya Surabaya, klub yang punya sejarah panjang di sepak bola Tanah Air.
Diakui Haruna, awalnya ia tak menyangka akan duduk di Exco PSSI. Awalnya cita-citanya hanya menjadi pemain sepak bola.
BACA JUGA: Haruna Soemitro Kritik Shin Tae Yong, Ini Respons Tegas PSSI
Saat Haruna masih kecil dan tinggal di Magetan, sebagian besar hari-harinya dihabiskan di ladang hijau. Namun, ada peristiwa di tahun 1975 yang mengubur keinginannya menjadi pemain sepak bola.
“Saat saya berumur sebelas tahun, saya mengalami kecelakaan. Kaki saya cacat sehingga saya kehilangan impian menjadi pemain sepak bola,” ujarnya.
Haruna kemudian menunjukkan bekas luka itu. Ada jahitan di paha kanannya.
Ya, Haruna tidak bisa bermain sepak bola. Namun kecintaannya pada sepak bola tidak hilang begitu saja.
Haruna muda tetap dekat dengan sepak bola dan mengelola klub kampung halamannya. “Waktu masih sekolah, saya menjadi pengurus Persatuan Sepak Bola Magetan, Persemag,” kata suaminya, Nur Hendriyatiningsih.
Setelah lulus SMA, Haruna melanjutkan kuliah di Universitas Darul Ulum Jombang. Di kampus, ia menjadi aktivis dan juga mengelola sepak bola mahasiswa.
Namun Haruna hanya akan menghentikan Jombang untuk sementara. Surabaya adalah kota berikutnya.
“Setelah lulus saya bekerja dan menjadi Bonek (obligasi nekat, red),” kata pria berusia 58 tahun itu.
Haruna mengaku pernah melewatkan laga Persebaya di Gelora pada 10 November, Tambaksari, Surabaya pada era 1990-an. Terkadang ia merogoh kocek sendiri untuk mendukung Persebaya berjuang di luar kota.
Bahkan di Jakarta, di tempat lain saya Bonek, dari tahun 1990 hingga 1998 dan terus menjadi Bonek, kata Haruna Soemitro.
Reformasi tahun 1998 mendorong Haruna terjun ke dunia politik. Dia beruntung dalam politik.
Haruna terpilih menjadi anggota DPRD Jawa Timur hasil pemilu 1999, kemudian menjadi anggota DPRD Partai Rakyat (PDR).
Saat menjadi wakil masyarakat Haruna, ia benar-benar menjadi bagian dari Persebaya. Pada tahun 2003, Dahlan Iskan selaku Ketua Umum Persebaya saat itu merekrut Haruna.
Saat itu, Persebaya diturunkan dari Divisi I ke Divisi I. Tanpa banyak perbincangan, pers Tanah Air langsung mengajak Haruna untuk bergabung dalam kepengurusan klub kebanggaan boneka tersebut.
Intinya, Anda manajer Persebaya malam ini, kata Haruna menirukan ucapan Dahlan saat itu.
Saat itu, Persebaya tak hanya meraih prestasi, tapi juga menghadapi kendala finansial. Haruna sebagai manajer bertugas mengembalikan Persebaya ke kasta tertinggi kompetisi sepak bola Indonesia.
Alhamdulillah setelah ditunjuk menjadi manajer Persebaya, kami berhasil, dipromosikan, dan menang, kata Haruna bangga.
Pada tahun 2003, Persebaya berhasil menjuarai Divisi I. Keberhasilan tersebut membawa Persebaya kembali ke Divisi Utama.
Setahun kemudian atau pada tahun 2004, Persebaya menjadi juara Divisi Utama. Pemain saya saat itu adalah Hamka Hamzah, kata Haruna.
Mantan aktivis Himpunan Mahasiswa Islam (HMI) ini menilai ‘menghadapi sepak bola berarti menjadi gila’. Haruna harus menjual salah satu dari empat supermarket untuk membiayai sepak bola.
“Terkadang Anda tidak perlu berpikir, keluarkan saja uang untuk bermain sepak bola,” ujarnya.
Pada tahun 2004, karir sepak bola Haruna semakin sukses. Ia dipercaya menjadi Ketua Pengda PSSI (sekarang Asosiasi Provinsi/Asprov Jatim).
Semasa memimpin PSSI Jawa Timur, Haruna berhasil mengantarkan tim sepak bola provinsinya meraih emas pada Pekan Olahraga Nasional (PON) 2004 di Sumatera Selatan. Saat itu, Jawa Timur dan Papua sama-sama menjadi juara di cabang olahraga sepak bola.
Jatim kembali mengulangi keunggulannya pada PON 2008 di Kalimantan Timur. Tim sepak bola Jatim berhasil mengalahkan Papua dan menjadi juara umum PON XVII.
Saat Nurdin Halid menjadi Ketua Umum PSSI, Haruna tertarik ke Jakarta. Karena itu, Haruna masuk Exco PSSI.
Namun Haruna mengundurkan diri dari jabatannya pada tahun 2010. “Saat itu saya ingin bertobat dari apa yang telah saya lakukan dan berhenti dari sepak bola,” ujarnya.
Pria berambut tipis itu memilih berhenti dari sepak bola untuk menekuni bisnis kayu lapis di luar Lamongan, Jawa Timur. Namun pada tahun 2016, Haruna dihubungi oleh Bos Madura United Achsanul Qosasi.
Dalam perbincangan tersebut, Achsanul meminta Haruna untuk mengelola Madura United yang bermarkas di Pamekasan. “Setelah itu saya kembali mengurusi sepak bola sampai sekarang,” jelas Haruna.
Haruna mengaku Madura United tak pernah meraih gelar juara selama enam tahun bertugas. Para pria yang gemar menunjukkan sportivitas ini tetap bekerja keras untuk mempersembahkan gelar juara kepada kelompok masyarakat yang dibanggakan di Salt Island.
“Sampai saat ini saya belum menemukan standar dan formula ideal untuk membawa tim meraih kemenangan,” ujarnya.
Menurut Haruna, ada faktor yang mempengaruhi pengelolaan sepakbolanya musim ini. Sebagai orang biasa, menurutnya sekarang bukanlah waktunya.
“Saya akui, saya punya pengalaman dengan cerita-cerita di masa lalu, tapi tidak cocok dengan hari ini,” ujarnya.
Meski demikian, tekad selalu ada di benak Haruna dalam mengelola sepakbola. Ia kembali masuk jajaran komite eksekutif atau exco pada masa kepemimpinan Ketua Umum PSSI M Iriawan.
“Saya satu-satunya Ketum PSSI yang belum,” ucapnya.
Dalam wawancara tersebut, Haruna mengingatkan bahwa banyak hal dalam pernyataannya yang tidak boleh diungkapkan kepada media. “Hanya di luar catatan, jadi tidak ada kejutan,” ujarnya. (et al/Medan Pers)Jangan lewatkan video pilihan editor ini: