Medan Pers, Doha – Gerakan Perlawanan Islam atau Harakat al-Muqawamatul Islamiya (Hamas) dan Israel sepakat melakukan gencatan senjata. Selanjutnya, kesepakatan tersebut akan ditindaklanjuti dengan pembebasan WN Israel yang disandera Hamas sejak 7 Oktober 2023.
Perjanjian gencatan senjata tersebut merupakan hasil perundingan antara Hamas dan Israel yang dimediasi oleh Qatar, Mesir, dan Amerika Serikat (AS).
Baca juga: Elit Palestina Akan Berunding dengan Kepala Intel Israel di Doha
Sheikh Mohammed bin Abdulrahman bin Jassim Al-Thani, Perdana Menteri Qatar, mengatakan perjanjian yang disepakati di Doha akan mulai berlaku pada Minggu (19/1/2025).
“Kedua pihak yang bertikai di Jalur Gaza telah mencapai kesepakatan mengenai pertukaran tahanan dan sandera,” kata Al-Thani dalam konferensi pers di Doha, Rabu (15/1/2025).
Baca juga: Begini Cara Israel Disebut Basmi Haniyeh Hamas di Iran
Al-Thani menjelaskan, tahap pertama kesepakatan adalah pembebasan 33 warga Israel yang disandera Hamas. Para sandera yang akan segera dipulangkan ke Israel adalah perempuan, anak-anak, dan orang tua yang tidak berubah.
Imbalannya adalah Israel akan membebaskan anggota Hamas yang saat ini berada di berbagai penjara di negara Yahudi tersebut. Saat ini, ribuan warga Gaza ditahan di berbagai penjara di Israel.
Baca Juga: Tentara Israel Tempatkan Kotak Peledak di Dekat Rumah Sakit Gaza
Al-Thani juga berharap perjanjian tersebut akan memfasilitasi upaya mewujudkan perdamaian antara Israel dan Hamas. “…dan (para mediator) mengumumkan gencatan senjata dengan harapan adanya gencatan senjata permanen antara para pihak,” katanya.
Ada tiga tahap dalam kontrak. Pada tahap pertama, 33 dari 98 warga Israel yang saat ini disandera Hamas telah dibebaskan.
Selain itu, Israel akan mulai menarik pasukannya dari Gaza, namun tetap menerapkan perimeter keamanan.
Pemerintah yang dipimpin oleh Benjamin Netanyahu juga akan membebaskan ribuan warga Gaza yang saat ini dipenjara, termasuk anggota Hamas yang menjalani hukuman seumur hidup atas tuduhan terorisme.
Namun pembebasan tahanan yang saat ini berada di berbagai penjara di Israel tidak berlaku bagi anggota Nukhbar, unit khusus sayap militer Hamas yang ikut serta dalam serangan 7 Oktober 2023.
Pada tahap kedua, Hamas dan Israel akan terus melakukan perundingan untuk mendapatkan sandera yang tersisa. Fase ini akan dimulai pada hari ke-16 setelah kontrak berlaku Minggu depan.
Tahap ketiga, Hamas akan membebaskan seluruh warga Israel yang masih disandera. Sementara itu, Israel akan menarik pasukannya dari Gaza.
Kesepakatan lain yang disepakati adalah kesediaan Israel untuk mencabut blokade terhadap Gaza dengan membuka kembali perbatasan Rafah yang berbatasan dengan Mesir. Peresmian akan dilakukan seminggu setelah penandatanganan kontrak.
Perjanjian tersebut mencakup protokol bantuan kemanusiaan ke Gaza. Selain itu, negara-negara arbitrase akan mengawasi prosesnya.
Presiden Mesir Abdel Fattah El-Sisi menekankan pentingnya mempercepat masuknya bantuan kemanusiaan ke Gaza. Saat ini, otoritas keamanan Mesir sedang mengoordinasikan pembukaan kembali perbatasan Rafah yang merupakan pintu gerbang menuju Gaza.
Masyarakat Gaza senang dengan hasil perundingan tersebut. Israel dan Hamas rupanya berhasil mencapai kesepakatan yang nyaris mustahil tersebut.
“Saya tidak percaya mimpi buruk selama lebih dari setahun ini akhirnya berakhir.” “Kami kehilangan banyak orang, kehilangan segalanya,” kata Randa Samih, warga Gaza yang kini tinggal di kamp pengungsi Nusirat.
Hamas memulai perang pada 7 Oktober 2023 dengan menyerang Israel. 1.210 warga Israel tewas dalam serangan itu.
Selain itu, Hamas juga menculik 251 warga Israel. Dari jumlah itu, 94 orang masih disandera Hamas, termasuk 34 tentara Israel.
Serangan itu memicu pembalasan dari Israel. Berbagai operasi militer Pasukan Pertahanan Israel (IDF) di Gaza telah memakan korban jiwa sebanyak 46.707 orang (Urbannews/jpost/Medan Pers).
Baca artikel lainnya… Gencatan Senjata Baru Disepakati, Israel Kembali Bunuh Warga Gaza