Medan Pers, Jakarta – Kegiatan Studi Akademik Universitas Sunan Gunung Gunung Djati Bandung berjudul “Prinsip Lurus Dominus: Berusaha Memperkuat Peran Kantor Kejaksaan” Kamis (20/2).
Acara ini diadakan di bekas co -februari Gunung Djati Hall, memperkenalkan berbagai pembicara dari akademisi, aktor, dan pengamat yang sah.
Baca juga: Akademik yang menyoroti Bill of Jaksa Penuntut, meningkatkan otoritas, atau memperkuat penegakan hukum hukum.
Ada juga speaker seperti LDKM CIT BDG 2023-2024, Alvito Raihandany Karim, FisiP CIT SGD BDG, Anwar Jasir dan Pengamat Hukum.
Acara ini dipimpin oleh Muhammad Abdillah, mahasiswa hukum ekonomi Syariah, yang bertindak sebagai pengubah.
BACA JUGA: Mafud menekankan Kantor Jaksa Penuntut: Apakah Jaksa Penuntut Hialang harus mengizinkan izin umum yang maju
Dalam kegiatan ini, prinsip Dominus liteis, yaitu, Kantor Kejaksaan berkuasa untuk mengendalikan kasus -kasus pidana, karena undang -undang tersebut mengatur kantor kejaksaan di Republik Indonesia, yang diperbarui oleh undang -undang 11 hukum 2021.
Dalam presentasinya, Anwar Jasir menjelaskan bahwa kekuatan jaksa memiliki sejarah panjang yang dapat dilacak dari hari -hari Kerajaan Majapahita.
Baca juga: Jan Marringka: Jaksa Penuntut Bergerak dalam Sistem Pemerintah Wajib
“Ketika Yaksa diberikan, memompa dan Adiana pada lembaga penegak hukum. Kantor Kejaksaan bertindak sebagai instrumen minat di pihak berwenang selama era koloni dan selama pendudukan Jepang,” kata Anvar.
“Saat ini, sementara Kantor Kejaksaan memiliki reformasi yang berbeda, otoritas besar masih terkait dengan penyalahgunaan kekuasaan,” lanjutnya.
Sementara itu, Schasa Esperanza menekankan bagaimana konsentrasi kekuatan tinggi dapat mengarah pada prinsip lurus di tangan kantor jaksa penuntut.
Menurutnya, sistem hukum Indonesia membutuhkan tes yang lebih kuat dan mekanisme keseimbangan.
“Adalah penting bahwa otoritas kekuasaan tinggi yang dapat bertindak atas otoritasnya tidak diciptakan,” jelasnya.
Di sisi lain, Alvito Raihandany Karim menekankan pentingnya partisipasi publik di bawah pengawasan Kantor Kejaksaan.
Dia mengklaim bahwa lembaga publik, akademisi, dan independen, seperti Komisi Kejaksaan dan Institut Bantuan Hukum (Halaman), harus lebih aktif di bawah pengawasan Kantor Kejaksaan untuk terus bekerja secara profesional dan transparan.
“Dengan pemahaman yang lebih baik tentang prinsip Dominus Litis, sistem hukum Indonesia bisa lebih transparan, lebih adil dan bebas dari intervensi daya yang tidak pasti,” kata Alvito.
Kegiatan ini dianggap sebagai langkah pertama bagi siswa dan akademisi untuk terus mempelajari dan memantau undang -undang di Indonesia, khususnya sehubungan dengan kekuasaan Kantor Kejaksaan dalam sistem hukum pidana. (Mcr8/Medan Pers)