Medan Pers, Jakarta – Korupsi di Persatuan Pemungutan Suara Publik Indonesia (Persepi) mengancam integritas lembaga pemungutan suara negara.
Lembaga pemungutan suara terkemuka ini menunjukkan komitmen kuatnya terhadap etika dan transparansi data dengan mengungkap praktik manipulatif yang mencoreng nama baik industri pemungutan suara nasional.
Baca juga: Volkspol Mundur dari Persepi, Takut Dipertimbangkan untuk Pilgub NTT?
Kontroversi muncul setelah Persepi melarang pelacakan jajak pendapat tanpa alasan obyektif yang jelas terkait survei Pilkada DKI Jakarta. Guru Besar Komunikasi Politik Universitas Pendidikan Indonesia (UPI). Karim Suryadi mengkritisi keputusan tersebut.
Kalau Jakarta beda jauh dengan yang lain dengan menang Poletracking Ridwan Kamil, sama halnya dengan Jawa Tengah dimana SMRC, Kompas, LKPI menangkan Endika-Henderer. SMRC dengan Litbang Kompas hampir sama tapi LKPI menang banyak. menang. Jangan ikut dia,” ujarnya dalam siaran pers, Jumat (8/11).
Baca juga: Ini Alasan Anggota Persp Berbondong-bondong Keluar
Pernyataan tersebut menunjukkan adanya inkonsistensi penerapan sanksi yang dilakukan Percepi. Pelacakan jajak pendapat, yang dikenal karena akurasi dan integritasnya, tampaknya tidak ditargetkan secara proporsional dibandingkan dengan pencemar lainnya.
Karim pun mempertanyakan kredibilitas Dewan Etik Perspey. Ia menyoroti kemungkinan konflik kepentingan yang dapat mempengaruhi ketidakberpihakan keputusan, karena dewan yang menjaga ketidakberpihakan sebagai arbiter juga merangkap sebagai pemain, yang dimiliki oleh lembaga pemungutan suara dan konsultan.
Baca juga: PERSEPI Dianggap Tak Objektif, Lembaga Pemungutan Suara Terpercaya Ternyata Berbondong-bondong
“Pertanyaan saya bagaimana tingkat independensi dan imparsialitas Dewan Etik. Apakah anggota Dewan Etik bebas dari kepentingan lembaga pemungutan suara atau tidak. Jadi publik bertanya-tanya apakah mereka hanya ingin mendukung etika, atau mungkin Ini perebutan lahan, perebutan tanah,” ujarnya.
Kritik ini semakin memperkuat posisi Polltracking sebagai lembaga pemungutan suara yang loyal. Polltracking telah menunjukkan konsistensinya dalam menjaga kualitas dan keakuratan data, meskipun hasil surveinya berbeda dengan hasil survei lembaga lain.
Kasus tersebut juga membuka mata masyarakat akan pentingnya transparansi dan akuntabilitas dalam industri survei. Polltracking, dengan keberaniannya menghadapi sanksi Perseverance, menunjukkan komitmennya terhadap etika profesional dan integritas data.
Semoga kontroversi ini menjadi pemicu reformasi di dunia pemilu Indonesia. Jajak pendapat menunjukkan bahwa kejujuran dan keberanian untuk tampil berbeda adalah kunci untuk membangun kepercayaan publik.
Masyarakat kini semakin kritis dalam menyikapi hasil survei. Polltracking telah membuktikan dirinya sebagai organisasi terdepan dalam melakukan survei dengan data dan menjaga profesionalisme. (cuy/Medan Pers)
Baca artikel lainnya… Persepi melarang polltracking karena perbedaan hasil Pilgub DKI