Medan Pers, BANDUNG – Kepolisian Daerah (Polda) Jawa Barat menangkap 15 orang terkait penyelundupan dan pencampuran kebutuhan pokok dan kebutuhan pokok (Bapokting).
Puluhan pelaku ditangkap dari 12 kabupaten di Jawa Barat. Pengungkapan tersebut dipimpin Andri Agustiano, Kasat Reskrim AKBP, Ditreskrimum Polda Jabar.
BACA JUGA: Polda Riau mengapresiasi tindakan cepat yang mencanangkan program ketahanan pangan untuk mendukung Asta Cita Presiden.
Kabid Humas Polda Jabar Kompol Paul Jules Abraham Abast mengatakan, pengamanan ini akan diterapkan mulai Oktober 2024.
Menurut dia, ada beberapa perbuatan yang dilakukan para tersangka dalam kasus ini, mulai dari mengganti kemasan tepung terigu, menjual pupuk bersubsidi, mencampurkan beras Bulog, menggunakan gas yang salah, hingga menjual solar ke industri.
BACA: Pemprov Jateng bagikan 10 ton stok pangan beras
“Misalnya mengganti kantong kemasan tepung terigu yang murah dan menggantinya dengan kantong kemasan merek ternama. Kemudian menjual pupuk subsidi merek Urea dan Phonska dan menjualnya kembali secara eceran ke masyarakat di atas HET (Harga Eceran Tertinggi),” Jules Regional Jawa Barat dalam jumpa pers yang digelar di Mabes Polri, Rabu (6/11/2024).
Dalam pelaksanaan kampanyenya, tersangka ini menggunakan cara berbeda.
BACA JUGA: Dukung Pangan Subur, Kementan Ikuti Juknis Pemanfaatan Pekarangan
Sedangkan untuk pergantian merek tepung, beberapa tersangka mengganti tas dari merek “Kyzgaldak” menjadi merek “Segitiga Biru” dan mengemas ulang bahan bakunya.
Karung tepung tersebut diperoleh tersangka dengan cara membelinya di pasar atau dari pengepul yang mengumpulkan karung-karung bekas dari pabrik kue dan roti.
Dari sana, mereka memindahkan tepung yang lebih murah dan mengumpulkannya kembali menggunakan alat khusus.
Selain itu, tersangka mengumpulkan pupuk bersubsidi dengan cara membelinya dari berbagai sumber. Saat kampanye tanam dimulai, para tersangka menjual pupuk tersebut dengan harga tinggi.
“Ibarat beras, mereka mencampur beras lokal dengan beras Bulog, membungkusnya dan menjualnya ke konsumen,” jelasnya.
Selain itu, membeli solar di SPBU dengan menggunakan mobil modifikasi (helikopter) untuk dijual kembali ke industri, menyalahgunakan tabung gas 3 kg yang sudah dikurangi dengan memompanya ke tabung gas 12 kg lalu menjualnya. dengan harga non-subsidi.
Sementara itu, Wadir Reskrim Polda Jabar Maruly Parde mengatakan, polisi tengah mendalami setiap kasus tersebut.
Sebab, sebagian besar tersangka sudah lama menjalankan aktivitasnya, khususnya pupuk hingga tiga tahun.
Misalnya saja pada kasus terduga penyelundup pupuk, mereka membeli barang dari daerah lain yang seharusnya tidak mereka dapatkan.
Dengan demikian, terdapat potensi win-win bagi pihak-pihak selain penyimpanan pupuk bersubsidi.
“Kami masih melakukan penyelidikan untuk mengetahui apakah ada yang terlibat. Jika masyarakat mengetahui kejadian ini, bisa melaporkannya ke polisi terdekat,” kata Maruly.
Dalam kasus ini, polisi mengatakan, tergantung kasus tersangka, hukuman yang berbeda dapat dijatuhkan.
Dalam kejahatan pangan, polisi menggunakan berbagai pasal terhadap pelakunya, antara lain Pasal 100 Ayat 1 UU Merek RI No. 20 Tahun 2016 (5 tahun penjara atau denda maksimal Rp2 miliar).
Terhadap tindak pidana pencampuran pupuk, Badan Dalam Negeri menerapkan Pasal 106, Pasal 107, Pasal 110 UU No. 7 Tahun 2014 “Tentang Perdagangan” pengganti UU No. Peraturan Perundang-undangan Pemerintah”. Tahun 2022 Tentang Undang-Undang Cipta Kerja (Ancaman Penjara 5 Tahun atau Denda Maksimal Rp 50 Miliar; Huruf 2 (6) p Keputusan Presiden Nomor 59 Tahun 2020. Keputusan Presiden No. 59 Tahun 2020. Republik Kazakhstan No. 71 Tahun 2015 “Masalah identifikasi dan penyimpanan kebutuhan pokok dan produk penting dalam perubahan” dan Pasal 36 Undang-Undang Republik Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 7 Tahun 2014 tentang Perdagangan, Pasal 110 (5 tahun penjara atau ancaman penjara) untuk tindak pidana minyak dan gas bumi, polisi menerapkan Pasal 55 Tahun 2001 tentang Minyak dan Gas Bumi sebagaimana telah diubah dalam Undang-Undang Nomor 7 dan/atau minyak bumi cair penggunaan gas.Gas bersubsidi pemerintah (LPG) (risiko hukuman penjara 6 tahun atau denda paling banyak Rp 60 miliar).(mcr27/Medan Pers)