Medan Pers, JAKARTA – Hasil penghitungan cepat wilayah Gubernur Lampung menunjukkan perolehan suara calon petahana Arinal Djunaidi sebesar 17,35%, tertinggal jauh dari lawannya.
Namun perjuangan Arnal mendapat pujian dari pengamat politik Sigit Krisbintoro dari Universitas Lampung yang menilai langkahnya sebagai bentuk perlawanan terhadap kekuasaan elite partai.
BACA JUGA: Tokoh dan akademisi menyebut Anal membawa perubahan bagi Lampung
“Ada beberapa pertimbangan penting dalam Pilkada Kabupaten Lampung. Pertama, dalam pilkada, popularitas calon kurang penting tanpa tingkat pemilu. Kedua, pilkada itu berbasis angka. “Harus berapa poin yang dibutuhkan untuk meraih dukungan,” kata Sigit pada Sabtu (30 November 2024).
Ia mengatakan, gagasan-gagasan yang diusung para calon kepala daerah, termasuk Arnal, seringkali kurang menarik bagi pemilih yang lebih banyak dipengaruhi oleh sikap pragmatis.
Baca juga: LSI: Pasangan Rahmat-Jihan Lebih Baik dari Arinal-Sutono
“Ide-ide yang diusung para kandidat bukanlah tema-tema yang menarik bagi pemilih. Pertanyaannya adalah bagaimana para pemilih dipuaskan dengan cara yang berbeda-beda untuk mendapatkan margin kemenangan atau tingkat elektabilitas yang tinggi,” ujarnya.
Sigit juga menyoroti dominasi elite politik dalam pilkada.
“Ada kecenderungan elit politik mendominasi pemilih, dibandingkan pemilih yang menentukan elit politik,” ujarnya.
Meski begitu, ia tetap memuji kegigihan Anar dalam bertempur meski menghadapi keterbatasan.
“Saya harus menghargai perjuangan paslon yang kalah, meski modal politik, ekonomi, dan sosialnya terbatas, mereka kesulitan menyuarakan ide politiknya, padahal pemilih tidak menginginkan ide tersebut,” kata Sigit. “
Ke depan, Sigit berharap para pemimpin masa depan memahami dinamika politik pemilu daerah dan mencari cara strategis untuk merebut kepercayaan pemilih.
“Calon hendaknya memahami gejala politik pemilu di daerah-daerah tersebut di atas, mengikuti perkembangan terkini atau melakukan kampanye kesadaran politik kepada pemilih,” jelasnya.
Selain itu, faktor ideologi partai juga dinilai kurang relevan bagi generasi pemilih muda, karena generasi muda membutuhkan update terhadap isu-isu terkini atau lebih tepatnya isu-isu yang mengikuti tren.
“Faktor ideologi partai tidak begitu penting bagi pemilih, apalagi generasi milenial dan generasi Z. Yang terpenting adalah bagaimana Anda bermain terhadap isu-isu strategis yang berkembang di masyarakat,” kata Sigit.
Perjuangan Arnal di Pilgub Lampung menjadi pembelajaran bahwa politik bukan hanya soal popularitas, tapi juga soal strategi dan pemahaman mendalam tentang dinamika pemilih (jum/Medan Pers).