Medan Pers, JAKARTA – Teuku Rezasjah, guru besar hubungan internasional Universiti Prajajalan (Unpad) yang baru dilantik, menilai Indonesia harus memperkuat diplomasinya dengan Amerika Serikat.
Siapapun pemenang pemilu presiden AS, Indonesia harus beradaptasi dengan kebijakan yang ada, kata guru besar yang akrab disapa Reza itu saat dihubungi ANTARA di Jakarta, Selasa.
Baca juga: CEO International Modern Pentathlon bersiap ambil tindakan hukum usai melapor ke bos AS
Reza mengatakan Indonesia perlu melakukan beberapa langkah agar konsisten dengan hasil pemilu. “Pertama-tama, duta besar kita untuk Amerika tidak boleh diganti untuk sementara waktu. Harus ada duta besar tetap yang mendapat kepercayaan langsung dari presiden.
Reza melanjutkan, Dubes harus diberikan kesempatan dan waktu untuk menyampaikan pidato kepada seluruh pihak terkait di Amerika Serikat; legislatif, eksekutif, yudikatif, masyarakat, serta kampus-kampus dan lembaga penelitian.
Baca juga: Mungkin Ini Alasan Prabowo Memilih China Ketimbang AS untuk Kunjungan Pertamanya
“Kami mengirimkan duta besar berkualitas yang energik dan siap mengabdi selama lima tahun,” kata Reza seraya menambahkan bahwa masa jabatan lima tahun duta besar tersebut sejalan dengan masa jabatan pemerintah AS.
Ia melanjutkan, para duta besar memerlukan waktu untuk membangun hubungan baik dengan pemangku kepentingan karena hal ini tidak mudah dilakukan.
Baca juga: Bea Cukai kendalikan ekspor pertama tuna sirip kuning beku perusahaan ke AS
“Tidak mudah untuk dekat dengan media massa, dekat dengan Kongres, dekat dengan Gedung Putih dan Pentagon (Departemen Pertahanan AS). Tergantung seberapa sering kita bertemu, dan kita melakukan banyak acara bersama-sama.” kata Reza.
Selain itu, Reza juga menyebutkan hal-hal yang bisa dilakukan Indonesia jika Kamala Harris atau Donald Trump nantinya menjadi pemenang pemilu presiden AS.
Reza mengatakan jika Harris menang, maka pemerintahan Indonesia saat ini hanya akan melanjutkan prestasi pemerintahan sebelumnya, dan Indonesia perlu “mengingatkan” Amerika Serikat untuk menyelesaikan perjanjian yang belum selesai tersebut.
“Misalnya, beberapa elemen Perjanjian Kemitraan Strategis Komprehensif Indonesia-AS belum dibenahi lebih lanjut,” lanjut Reza.
Selain itu, pemerintah Indonesia dapat “mengingatkan Amerika Serikat untuk bekerja sama dalam perizinan usaha kecil dan menengah dan pembayaran kewajiban keuangan perusahaan IT-nya.
Reese yakin Harris cukup toleran terhadap imigran karena ia memahami bahwa imigran dapat berkontribusi dan beradaptasi dengan sistem hukum AS, terbukti dari jalur karier Harris.
“Tentunya hal ini juga akan menguntungkan masyarakat Indonesia yang ingin mendapatkan green card di Amerika,” kata Reza.
Jika Trump menang, Reza yakin proyek investasi yang melibatkan Trump di Indonesia akan berjalan sangat lancar dan kecil kemungkinannya akan sejalan dengan Perjanjian Kemitraan Strategis Komprehensif AS-Indonesia.
“Jadi kemitraan strategis yang komprehensif harus benar-benar dirumuskan sedemikian rupa sehingga bermanfaat bagi kedua negara,” kata Reza.
Reza juga mengatakan, Trump bisa saja ikut campur dalam perjanjian perdagangan Indonesia dengan Amerika Serikat dan mengatakan apa yang boleh dan apa yang tidak boleh, sehingga akan membuat tim perunding berada dalam dilema.
Oleh karena itu, lanjut Reza, Indonesia harus beradaptasi dengan standar industri AS seperti standar transparansi, standar tata kelola, standar efisiensi, standar penyampaian, dan standar sistem hukum.
Indonesia juga perlu belajar membiasakan diri dengan barang elektronik komersial, berbisnis dalam bahasa Inggris, dan mengambil keputusan dengan cepat, kata Reza.
“Demi kita sendiri…semoga Indonesia bisa mengambil hikmahnya,” kata Reza.
Reza juga menilai Trump akan mengambil sikap yang sangat keras terhadap China, khususnya terkait isu Laut China Selatan.
Trump tidak akan ragu untuk meningkatkan kerja sama militer dengan Filipina dan Vietnam, katanya, seraya menambahkan bahwa hal ini akan menguntungkan Indonesia karena Tiongkok akan menahan diri. (semut/dil/Medan Pers)