Medan Pers – Albar Mahdi yang tumbuh sebagai anak yang cerdas, sangat ingin menjadi orang yang cerdas beragama dan bersikap baik kepada orang tuanya. Sayangnya, hidupnya berakhir di Pondok Pesantren Modern Darussalam di Gontor, Ponorogo, Jawa Timur.
Laporan hati dicuci, palembang
BACA: Tim Forensik Temukan Kemacetan Otopsi Mahasiswa Gontor
Didi dan Siti Soimah, warga Palembang, Sumatera Selatan, tengah berduka saat disambangi Medan Pers, Rabu (7/9) lalu.
Soimah masih belum bisa menerima kenyataan bahwa putranya, Albar Mahdi, meninggal secara tragis pada 22 Agustus 2022.
BACA: Autopsi Santri Gontor di Palembang, Ayah Almarhum Peluk Anak Tirinya
Jujur, jujur, tapi tidak seperti ini, kata Soimah di rumahnya, Jalan Zein Walikota, Lorong Sukarame, Desa Sei Lais, Kecamatan Kalidoni, Palembang.
Aak –julukan Albar– meninggal karena di-bully oleh bosnya di sebuah pesantren. Jenazahnya dipulangkan ke Palembang pada 23 Agustus 2022.
BACA: 2 Orang Dewasa Diduga Penyiksaan Siswa Gontor
Soimah yang berprofesi sebagai jurnalis mengatakan, Aak merupakan anak yang aktif. Meski demikian, bocah yang bersekolah di SDN 207 Palembang ini sangat patuh kepada orang tuanya.
“Dia juga selalu mengajak kedua adiknya bermain bersama,” kata Soimah sambil menyeka air mata di wajahnya.
Soima dan Didi mempunyai tiga orang putra. Albar merupakan anak pertama, namun adiknya adalah Alfarabi Dhiaulhaq dan Algibran Arsenio.
Menurut Soimah, putra sulungnya merupakan anak yang cerdas dan pekerja keras. Di rumahnya terdapat berbagai piala dan penghargaan sebagai pengakuan atas prestasi Aak.
“Sejak bersekolah di Pondok Pesantren Aulia Cendikia Palembang, beliau (Aak, Red.) selalu menjadi juara kelas dan mendapat penghargaan,” kata Soimah.
Oleh karena itu, Pengurus Pondok Pesantren Aulia Cendikia, Ustaz Hendra, mendorong Soimah untuk mendaftarkan Albar di Pondok Pesantren Modern Darussalam di Gontor, Ponorogo.
Aak pun lolos seleksi dan kemudian mendaftar di Pondok Pesantren Gontor 4 di Banyuwangi, Jawa Timur. “Kalau di angkatannya hanya Aak yang diterima,” kata Soimah.
Soimah menuturkan, selama berada di Pondok Pesantren Gontor 4, Aak meraih hasil yang sangat baik.
Oleh karena itu, Pondok Gontor 4 menyarankan agar Albar dipindahkan ke Pondok Pesantren Gontor 1 di Ponorogo.
Di Pesantren 1 Gontor, Aak berprestasi secara akademis. “Di Gontor, juara umum diraih Aak,” kata Soimah.
Prestasi Aak mengejutkan teman-temannya. Sejauh ini, putra sulung Soimah itu diketahui bebas.
“Teman-temannya tidak percaya, karena Aak keluar mata kuliah, padahal dia bisa kerja di sekolah,” kata Soimah.
Seorang wanita paruh baya mencontohkan kebiasaan putranya menjelang ujian. Aak asyik bermain PlayStation sementara teman-temannya sibuk belajar.
Saat ujian, Aak juga tertidur. Namun, dialah yang tercepat menyelesaikan soal-soal tes.
Kecerdasan Aak terbukti ketika rapor dibagikan. Tiba-tiba Aak menjadi juara umum, saya juga kaget dengan dia, kata Soimah.
Soimah dan suaminya tidak pernah menyangka akan berduka atas meninggalnya putra mereka. Harapan besar pasangan ini saat melantik Aak di Gontor.
“Saya dan istri berharap anak-anak, khususnya Aak yang belajar di musim panas, mendoakan kami saat kami meninggal,” ujarnya.
Namun Soimah juga memahami bahwa Tuhanlah yang menentukan nasib, jodoh, dan waktu hidup seseorang. Aak pertama kali menghadapi sang pencipta.
“Sebenarnya Aaklah yang pergi sebelum kita semua. Aak pergi dalam keadaan tidak bisa lagi menyapa atau memeluk kita,” kata Soimah sambil membungkuk lemah.
Soimah pun berharap Aak bisa tenang di provinsi Barzakh. Meski demikian, sebagai orang tua, Soimah akan tetap mencari keadilan.
“Kami hanya bisa berdoa semoga Aak bahagia di sana dan kami di sini bisa memecahkan misteri ini sampai akhir,” kata Siti Soimah (mcr35/Medan Pers) Jangan lewatkan video pilihan editor ini: