Medan Pers, JAKARTA – Aktivis dan pegiat antikorupsi Bambang Harimutli Mardani meminta seluruh akademisi yang terlibat kasus He Maming tetap diam dan mengambil tindakan hukum maksimal.
Ia meminta seluruh akademisi hukum mengirimkan surat amicus curiae (sahabat pengadilan) ke Mahkamah Agung (MA).
Baca Juga: Politisi Gerindra Ingin MA Jadi Benteng Mafia Hukum, Bukan Lobi Kasus Mumifikasi PK Mordani.
Pernyataan Bambang Harimutli disampaikan dalam keterangan Universitas Islam Indonesia yang diterima, Rabu (16/10). Pernyataan itu disampaikannya saat menghadiri diskusi dan bedah buku sidang kasus Mardani Hay Maming yang dihadiri pakar hukum di Yogyakarta, pekan lalu.
Pendapat para ahli hukum terkemuka dan putusan perkara Mardani H. Moming yang menyimpulkan bahwa terdakwa hendaknya dibebaskan atau dibebaskan dari segala tuntutan hukum yang diketahui dan dapat diketahui oleh Mahkamah Agung. , sehingga hukumnya “akan ada implikasi hukumnya,” ujarnya.
Baca juga: MA Harus Tunjukkan Semangat Baru Perangi Korupsi, Buktinya PK Mardani Maming
Mantan redaksi Majalah Tempo dan mantan pengurus Dewan Pers itu berpesan kepada Mahkamah Agung, meminta agar mereka berani menyampaikan pendapat.
Ia mengatakan asas hukum di Indonesia adalah asas praduga tak bersalah dan beban pembuktian ada pada penuntut umum.
Baca Juga: Prof Topo Santoso Soroti Kesalahan Hakim dalam Kasus Mardani H Maming.
Dikatakannya, “Para ahli hukum dan peninjau putusan hendaknya berani menyiapkan pendapatnya dan menyampaikannya ke Mahkamah Agung sebagai ahli atau sebagai amicus curiae (sahabat pengadilan).
Mardani H. Maming divonis penjara karena menerima gratifikasi Rp 118 miliar dari mendiang Henry Soetio, mantan direktur PT Prolindo Cipta Nasantara.
Nyatanya, semua tudingan itu terbantahkan berdasarkan hasil pemeriksaan ahli hukum UII. Selain itu, ada putusan pengadilan niaga yang menyetujui dan menyatakan bahwa itu hanya hubungan komersial dan bukan “perjanjian kontak”.
Dalam diskusi dan bedah buku para aktivis dan pakar hukum yang berkeinginan untuk membebaskan Mardani H. Maming, “Terungkap kesalahan dan kesalahan Hakim dalam menangani Kasus Mardani H. Maming”.
Diskusi tersebut diselenggarakan oleh Center for Leadership and Law Development Studies (CLDS), Fakultas Hukum Universitas Islam Indonesia (UI) pada Sabtu (5/10). Dalam diskusi tersebut terungkap berbagai kesalahan dalam penanganan kasus mantan Bupati Kalsel Tana Bumbu.
Profesor Topo Santoso, Guru Besar Departemen Hukum Universitas Indonesia, berbicara tentang pentingnya pemeriksaan kritis oleh ahli hukum terhadap putusan pengadilan.
Profesor Topo mengatakan kesalahan dalam pengambilan keputusan hakim selalu mungkin terjadi dan uji kritis penting bagi penegakan hukum.
Di tempat ini, mantan Rektor Universitas Diponegoro yang merupakan Guru Besar Ilmu Administrasi Publik Universitas Diponegoro, Prof. Dr. Yos Johan Utma melakukan uji hukum kasus tersebut bersama Mordani Hay Maming.
Dikatakannya, keputusan terdakwa mengenai pengalihan IUP adalah sah dan tidak pernah dinyatakan tidak sah atau batal oleh pengadilan yang mempunyai daerah hukum untuk menilai tindakan tata usaha negara, yaitu Pengadilan Tata Usaha Negara.
Guru Besar Hukum Unpad Romli Atmasmita mengatakan, dalam pendapat tersebut ada delapan kesalahan yang dilakukan hakim yang mengadili kasus Mardani Hay Maming.
“Menurut saya, ada delapan kesalahan yang bisa dikategorikan sebagai kesalahan hukum,” kata Profesor Romley dalam siaran persnya.
Kesalahan yang diutarakan Profesor Romley adalah proses perkara yang dianggapnya terpaksa karena penerapan pasal yang salah.
Oleh karena itu, putusan kasasi perkara Nomor 3741 Tahun 2023 atas nama Mardani Maming tidak melakukan pertimbangan sistematik, historis, dan teleologis. Profesor Ramli (Koi/JPN) menjelaskan, putusan tersebut memenuhi alasan neoliberal serta yang jelas sebagai kesalahan tanggal atau kesalahan hakim.
Baca artikel lainnya… Pengamat menilai persidangan PK Mardani Maminger tidak mendukung antikorupsi.