Medan Pers – Jakarta – Nilai tukar rupiah melemah terhadap dolar AS pada penutupan perdagangan hari ini Kamis (19/12).
Rupee terdepresiasi 215 poin atau 1,34 persen menjadi Rp 16.098 terhadap dolar AS.
Baca Juga: Rupee Kembali Melemah, Misbakuni: Penggeledahan KPK Tak Terkait Kantor BI
Kurs Dolar Antar Bank Bank Indonesia (JISDOR) juga melemah menjadi Rp 16.277 per dolar AS pada Kamis (19/12) dari sebelumnya Rp 16.100.
“Dolar AS menguat secara luas terhadap dolar Australia, euro, poundsterling Inggris, dan yen Jepang (sehingga melemahkan nilai tukar rupiah dan mata uang lainnya),” kata Kepala Ekonom Banco Permata Josua Pardede saat ditanya ANTARA di Jakarta. , Kamis (19/12).
Baca Juga: Gaga Food Luncurkan Program Afiliasi Dengan Potensi Omzet Miliaran Rupee
Seperti diketahui, Federal Reserve (Fed) memangkas suku bunganya sebesar 25 basis poin (bps) pagi ini.
Selain itu, Ketua Fed Jerome Powell memberikan pernyataan yang sangat dovish terhadap prospek suku bunga, yang mengindikasikan bahwa suku bunga hanya akan dipangkas sebesar 50 bps pada tahun depan, turun dari estimasi pada kuartal sebelumnya sebesar 75-100 bps.
Baca Juga: Bea Cukai Musnahkan Barang Ilegal Senilai Miliaran Rupee di Karimunjawa
Peluang penghentian penurunan suku bunga pada Januari 2025 juga meningkat menjadi 88 persen.
Pengumuman ini disampaikan The Fed berdasarkan perkiraan pertumbuhan ekonomi AS bisa mencapai 2 persen hingga 2,5 persen.
Pada tahun 2025, angka tersebut akan meningkat menjadi 2,1 persen dari perkiraan sebelumnya sebesar 2 persen, dengan tetap mempertahankan perkiraan sebesar 2 persen pada tahun 2026.
Selain itu, inflasi pengeluaran konsumsi pribadi (PCE) inti yang diperkirakan berkisar 2,4-2,8 persen berada di atas 2 persen.
Kemudian, perkiraan pengangguran turun dari 4,4 persen menjadi 4,2 persen pada tahun 2024 dan dari 4,4 persen menjadi 4,3 persen pada tahun 2025. Sementara perkiraan tahun 2026 tetap stabil di angka 4,3 persen.
BI baru-baru ini memutuskan untuk mempertahankan suku bunga acuan pada 6,00 persen dengan alasan meningkatnya ketidakpastian di pasar keuangan domestik dan global.
Hal ini berasal dari rencana Presiden terpilih AS Donald Trump untuk menerapkan rezim tarif impor yang lebih luas dan komprehensif dibandingkan perkiraan sebelumnya.
Namun BI menegaskan BI masih mempunyai opsi untuk menurunkan suku bunga acuan di masa depan jika ketidakpastian mulai mereda, kata Joshua. (antara/Medan Pers)