Medan Pers, JAKARTA – Badan Pengawasan Pemilihan Umum (Bawaslu) menilai permasalahan polarisasi penyelenggara pemilu masih menjadi tugas (RP).
Pasalnya, di semua pesta demokrasi masih terdapat permasalahan terkait polarisasi dan SARA.
BACA SEMUA: Pusat Pemantau Independen menilai keputusan Bawaslu Bojonegoro tidak memihak dan netral
Ketua Bawaslu RI Rahmat Bagja mengatakan dengan semakin polarisasi penyelenggaraan pemilu, maka pendidikan politik menjadi penting bagi masyarakat.
Menurut Bagja, pendidikan politik akan mencegah perpecahan bangsa pada pemilu 2024.
BACA SEMUA: Bawaslu Bogor segera telusuri dugaan pembagian amplop yang dilakukan kelompok Rudy-Jaro
Ia mengatakan, bangsa juga perlu diberikan edukasi mengenai masalah polarisasi.
“Masyarakat bisa mencari hal-hal nyata dan positif dari pengetahuan dan informasi calon presiden daerah,” ujarnya dalam acara KTT Cek Fakta Indonesia 2024, dikutip online, Minggu (10/11/2024). Bagja meyakini, platform kampanye menjadi tujuan seluruh kontestan untuk meyakinkan masyarakat dan meningkatkan segala upaya untuk meningkatkan kapasitas memilih dengan membangun citra diri serta visi, tujuan, dan program kerja.
BACA SEMUA: Video Tim Rudy-Jaro Membawa Amplop Beredar di Media Sosial, Bawaslu Diimbau Ambil Tindakan
Meski demikian, Bagja menilai masih ada dua kandidat yang menggunakan cara-cara tidak bertanggung jawab untuk menarik perhatian warga atau pemilih. Namun terlihat ada cara-cara yang tidak bertanggung jawab dalam kampanye pemilu, yaitu penggunaan politik SARA, ujaran kebencian, dan taktik serangan personal, kata Bagja.
Bagja menjelaskan, kedua kandidat yang menggunakan kebijakan SARA, ujaran kebencian, dan propaganda dalam kampanyenya ingin mengambil keuntungan dari kekerasan yang terjadi di masyarakat.
Pada gilirannya, kisruh ini akan menurunkan partisipasi masyarakat pada pemilu 2024.
Tujuannya untuk mencari keuntungan dalam situasi kisruh untuk meningkatkan dan menurunkan partisipasi, kepercayaan dan dukungan terhadap pasangan lain, jelas anggota Bawaslu dua musim ini.
Bagja mengatakan penggunaan metode seperti itu dapat melemahkan mandat demokrasi yang kredibel dan adil.
Oleh karena itu, tindakan preventif harus dilakukan untuk menghindari cara-cara ‘kampanye hitam’.
Apalagi perkembangan teknologi atau jejaring sosial saat ini sangat besar.
Hal ini dipastikan pada Pilkada DKI Jakarta 2017 dan Pilkada 2019, kata Wakil Sekretaris Jenderal PTKP Cabang HMI Depok (2001-2003).
Mantan Ketua PPI (Persatuan Pelajar Indonesia) di Utrecht ini mengatakan, polarisasi akan menimbulkan permasalahan di masyarakat.
Yang lebih buruk lagi, hal ini akan mengancam keamanan dan perpecahan. Padahal, hal ini mengancam keamanan dan keterpisahan kehidupan berbangsa dan bernegara, kata Bagja. Bagja melihat pada pemilu 2024, kolaborasi antara Bawaslu, KPU, pemerintah dan masyarakat seperti Fact Check untuk meredam tensi dan politik SARA di media sosial telah berhasil.
Dengan demikian, pemilu 2024 berhasil meredam politik SARA, propaganda, dan ujaran kebencian di media sosial secara signifikan. Oleh karena itu, Bagja memandang perlu adanya kerja sama seluruh agen yang terlibat. Oleh karena itu, Bawaslu berpendapat dan meyakini pemeriksaan fakta merupakan pilar utama untuk membangun peradaban yang layak dan menciptakan konflik politik dalam pemerintahan demokratis yang bernilai dan berintegritas serta terlindungi dari kebohongan dan ujaran kebencian, kata Bagja Lanjutnya, alasannya negara berdaulat perlu diberikan berbagai pendidikan politik yang bertanggung jawab.
Bagja terus meningkatkan kesadaran dan pemahaman masyarakat akan pentingnya menjamin kualitas demokrasi yang utuh dalam proses pemilu, yang tidak dapat dilakukan sendiri tetapi memerlukan kerja sama bersama. “Kami berpartisipasi aktif dalam pemantauan melalui pemantauan partisipatif dan memberikan pendidikan politik kepada orang-orang yang tepat,” kata Bagja.
Bagja menambahkan, jika masyarakat menemukan adanya dugaan pelanggaran yang dilakukan peserta pemilu, agar segera melaporkannya ke Bawaslu. Jadi mereka bisa menyelidikinya.
Laporkan kepada kami jika ada dugaan pelanggaran pemilu berupa disinformasi, kebohongan, dan politisasi Sara di media sosial, pungkas Bagja. (Medan Pers)
BACA ARTIKEL LAGI… Bawaslu teringat bermain politik dengan SARA untuk menghancurkan Tatanan Demokrat