Medan Pers, JAKARTA – Tingkat partisipasi masyarakat pada Pemilihan Presiden Daerah (Pilkada) Jakarta 2024 mengalami penurunan dibandingkan pilkada sebelumnya, kata pengamat politik Bangi Siyarwi Saniako.
Dia menilai kejadian tersebut bisa berdampak pada kualitas demokrasi di Indonesia.
Baca selengkapnya: Wamendagri Ripka Pastikan Pilkada Papua Tengah Tahap Lanjut Sesuai Jadwal
“Tingkat partisipasi politik itu sangat penting. Hidup matinya suatu demokrasi tergantung pada apa yang diperlukan dari partisipasi politik,” kata Bangi Chiervi Saniako, Direktur Pelaksana Penelitian Volkspol Center, saat ditemui di Jakarta, Sabtu (7/1). 12).
Ia menjelaskan, jumlah calon atau posisi calon pada Pilkada sebelumnya menunjukkan berbagai persoalan yang patut dijadikan alat analisis tidak hanya oleh KPU, namun juga oleh pemerintah dan partai politik sebagai kekuatan dalam menentukan calon.
Baca Juga: Pilkada Usai, Polsek Kolhapur Jalin Keterhubungan Masyarakat Jaga Keamanan dan Ketertiban
“Salah satu penyebab rendahnya persentase ini adalah kurangnya kedekatan masyarakat terhadap pemilihan ketua daerah yang diperebutkan,” lanjutnya.
Selain itu, Banki mengatakan alasan lain masyarakat tidak ikut serta karena banyak warga yang merasa tidak memiliki hubungan emosional atau keterwakilan dengan para kandidat.
“Apakah mereka memilih menjauh karena tidak dekat dan tidak dekat dengan calon bupati? Atau calon bupati yang bersaing tidak sejalan dengan keterwakilan politiknya. Artinya ada pilihan lain,” ujarnya.
Bangi juga menyinggung proses pemilihan calon kepala daerah yang masih dinilai sangat politis.
Artinya, calon yang muncul seringkali tidak ambisius atau tidak mencerminkan aspirasi masyarakat luas.
“Pimpinan daerah dipilih atau dipilih oleh elite, jadi tidak punya ambisi,” imbuhnya.
Beliau juga menjelaskan bahwa disiplin diri mempunyai jenis yang berbeda-beda seperti disiplin diri manajerial, disiplin diri teknis, dan disiplin diri emosional.
Penolakan proses pemilu terjadi ketika pemilih tidak dapat menggunakan hak pilihnya karena tidak terdaftar dalam Daftar Pemilih Tetap (DPT).
Menurut Banki, hal tersebut merupakan tanggung jawab Komisi Pemilihan Umum (KPU) untuk memastikan keakuratan data pemilu.
Di sisi lain, penyimpangan teknis disebabkan oleh hambatan teknis seperti sulitnya akses ke Tempat Pemungutan Suara (TPS) atau hambatan lainnya.
Sedangkan abstinensi merupakan pilihan sadar pemilih untuk tidak mendukung calon mana pun sebagai bentuk protes terhadap pemerintahan atau pencalonan saat ini.
Penurunan partisipasi ini patut menjadi persoalan serius bagi semua pihak, baik pemerintah, KPU, maupun partai politik.
Sebelumnya, Komisi Pemilihan Umum DKI Jakarta memastikan angka partisipasi pada Pemilihan Presiden Daerah (Pilgada) Jakarta 2024 hanya mencapai 58 persen.
Hasil pembangunan masing-masing kota sudah selesai dan kami laporkan angka partisipasi di DKI Jakarta sudah mencapai 58 persen, kata Fahmi Zikrillah (mcr8/Medan Pers), Komisioner Komisi Pemilihan Umum (KPU) DKI Jakarta. . Mendengarkan! Video Pilihan Editor: