Medan Pers, KUTAI KARTANEGARA – Suvito sudah mengajar selama 18 tahun. Kini di daerah terpencil di Kalimantan Timur, tepatnya SMP Negeri 7 Muara Kaman, Desa Menamang Kanan, Kecamatan Muara Kaman, Kabupaten Kutai Kartanegara, Kalimantan Timur.
Banyak cerita yang mewarnai perjalanan Suwito sebagai guru di tempat nun jauh di sana. Penuh tantangan dengan segala keterbatasan.
Baca juga: Nasib Pendeta Profesor Supriyani yang Dituding Kalahkan Anak Polisi, Tuntut Rp 50 Juta, Katanya Sebaiknya Mundur.
Namun segala keterbatasan tersebut membuat Suvito atau biasa disapa Pak Vito bertekad mengubah keadaan. Ia ingin anak didiknya bisa mengikuti perkembangan teknologi dan mempunyai keterampilan serta pengetahuan yang luas.
“Desa kami berada di daerah terpencil. Dibutuhkan waktu 2,5 jam hingga 3 jam hanya untuk mencapai kota. Sekolah kami adalah sekolah kecil. “Berbeda dengan anak-anak di kota yang dulu semua fasilitasnya tersedia, keinginan belajar anak-anak ini tidak tinggi,” kata Pak Vito.
Baca juga: Sayangnya, Ribuan Guru Honorer Pemerintah di Banten Hampir 2 Bulan Belum Digaji
Pak Vito yang baru dilantik menjadi Insinyur Sipil Negara (ASN) pada tahun 2018 ini mengatakan, saat dilantik di SMPN 7 Muara Kaman, pemanfaatan perangkat teknologi informasi dan komunikasi (TIK) di sekolah masih kurang.
Ia kemudian menata dan menata alat-alat yang masih bisa digunakan untuk belajar mengajar.
Baca juga: Profesor Roza Tertangkap PPPK Usai Laporkan Kecurangan Pemilu, Kini Gugat Gubernur Provinsi Riau
Perangkat digital inilah yang membuat anak-anak yang tidak mau bersekolah menunda pendidikannya agar termotivasi dan melek teknologi.
Siswa termotivasi untuk belajar karena tertarik dengan perangkat digital di sekolahnya.
Ada siswa yang jarang bersekolah dan sering tampil, semangat dan menjadi teladan bagi teman-temannya.
Banyak kenangan yang tercipta selama kunjungan belajar Pak Vito ke kawasan itu. Salah satunya adalah kenangan dengan seorang pelajar yang mengajaknya minum tuak.
Salah satu kisah yang akan dikenang Suvito seumur hidupnya adalah ketika ada seorang siswa yang mengajaknya minum tuak yang merupakan salah satu jenis minuman.
Siswa tersebut membawa sebuah toples berisi tuak. Suvito kaget mendengar ajakan seorang siswa yang jarang bersekolah.
“‘Pak, ayo minum’, begitu kata murid saya. Saya kaget. Berani sekali. Dia murid, saya guru. Dalam hal ini guru diajak mabuk karena yang dibawanya tuak. Bagaimana rasanya marah, marah, dan ingin perasaan campur aduk? Suvito : “Selama 18 tahun saya mengajar, baru kali ini ada murid yang meminta saya mabuk.”
Ia berusaha menyikapi dengan tenang ajakan mahasiswa tersebut. Jika santri itu ingin mengajaknya minum tuak, ia mengajukan beberapa syarat.
Pertama dia memintanya untuk pulang ke rumah dan membersihkan tubuhnya, lalu mandi. Kedua, Suvito meminta siswa tersebut untuk membawakan minuman termahal dan terkenal di daerahnya.
Ketika dia kembali dalam keadaan bersih, siswa tersebut mengatakan kepadanya bahwa dia tidak dapat membawa Suwito keadaan kedua, minuman termahal.
“Karena dia tidak dapat memenuhi salah satu syarat, dia harus mengikuti kata-kataku. Aku bilang padanya: “Aku memberimu mainan baru, aku akan meminjamkannya padamu, mainkan sesukamu.” Aku meminjamkanmu laptop, kata Vito.
Siswa telah berubah dalam beberapa hari terakhir. Selama ini, dia pergi ke sekolah untuk mengolok-olok teman-temannya. Sejak mendapat “mainan baru” tersebut, ia sangat ingin berangkat ke sekolah, bahkan datang lebih awal dari teman-temannya.
Suwito mengatakan, yang menarik minat siswanya adalah berbagai program yang dapat mereka gunakan untuk mengembangkan keterampilan mereka dalam berbagai hal.
Misalnya membuat dokumen, mencari berbagai informasi dan mempelajari aspek teknis untuk kepentingan pembelajaran digital.
“Keesokan harinya dia datang lebih awal lagi. Pemutaran ulang mungkin diperbolehkan atau tidak. Cara bicaranya juga berubah, menjadi lebih sopan. Aku ikut dengannya, aku ingin tahu apa yang dia bicarakan, menanyakan sesuatu, tidak apa-apa. “Kamu di sini,” kata Suvito.
Akhirnya Suwito semakin percaya diri untuk menjadi ketua kelas di kelasnya.
Ketua kelas berbeda dengan ketua kelas. Perannya adalah menjadi mentor bagi teman-temannya. Seorang guru kelas atau wali kelas menjadi ‘asisten guru’.
Mereka yang terpilih sebagai ketua kelas diberi tugas menyiapkan peralatan yang akan digunakan teman-temannya dan menjelaskan bahan ajar yang disampaikan guru.
Setelah ketua kelas menjelaskan, guru memulai materi pembelajaran.
“Itu telah berubah dari apa yang saya percayai. Orang tuanya kaget, kok anak saya bisa berubah. Begitu pula dengan teman-temannya, karena perubahannya sangat drastis. Dulu aku menyukainya, tapi sekarang tidak. “Jangan pernah masuk ke ruang kelas dan keluar.”
Siswa tersebut kini duduk di bangku sekolah menengah. Pada acara wisuda Juli lalu, Suwito meminta para siswa untuk memperkenalkan teman-temannya kepada orang tuanya tentang bagaimana mereka menggunakan perangkat TIK dalam pendidikan.
Misalnya metode pembelajaran digital, termasuk bagaimana mereka mengakses materi dan menggunakan berbagai program yang digunakan selama pembelajaran.
Menurut Suwito, para orang tua sangat antusias dan memahami pentingnya sekolah bagi anaknya. Hingga saat ini, para orang tua telah mendorong anaknya untuk membantu dalam pekerjaan.
“Ketika hal itu terjadi pada saya, itu berdampak pada saya. “Gambar ini menginspirasi saya dan teman-teman sebagai guru dalam memperlakukan anak,” kata Suwito.
Minat membaca meningkat
Suvito juga memperhatikan perubahan pada siswa lainnya. Menurut Suwito, penggunaan alat TIK meningkatkan motivasi hampir seluruh siswa.
Dulu, sekolah bukanlah prioritas karena mereka harus bekerja untuk menghidupi orang tua.
Namun, ketika perangkat TIK diperkenalkan ke dalam kurikulum, siswa menunjukkan motivasi yang lebih tinggi untuk bersekolah.
“Bagi murid-murid saya yang merupakan anak-anak pedesaan, alat ini merupakan hal baru bagi mereka. Izinkan saya memperkenalkan apa itu Chromebook. Mereka yang sebelumnya kurang termotivasi untuk belajar menjadi lebih tertarik untuk bersekolah dan belajar. “Itu berubah ketika mereka diperkenalkan dengan teknologi,” kata Vito.
Vito memperkenalkan aplikasi yang dapat digunakan siswanya untuk belajar. Banyak siswa yang mempunyai orang tua yang bekerja di perkebunan sawit.
Untuk memudahkan mereka merasakan manfaat dari berbagai aplikasi tersebut, Vito mengajari mereka cara menggunakan perangkat TIK dalam kehidupan sehari-hari.
Salah satunya mencatat hasil panen kelapa sawit dengan menggunakan spreadsheet, karena banyak orang tua siswa yang berprofesi sebagai petani kelapa sawit.
Metode pengajaran telah diubah dari kelas tradisional menjadi kelas virtual. Menurutnya, siswa harus beradaptasi dengan metode pembelajaran daring. Oleh karena itu, mengajarkan siswa kemandirian dalam belajar.
Vito juga mendokumentasikan proses pembelajaran murid-muridnya di beberapa akun media sosial, Tiktok @MasWitt21, serta di channel YouTube Pak Witt dan MasWitt21.
“Memperkenalkan anak-anak pada Google Workspace. Semua materi pembelajaran disiapkan oleh guru Google Classroom. “Mereka bisa belajar sendiri apakah mereka punya guru sekarang atau tidak.”
Amy Rosana Saleh, Pj Kepala Sekolah SMA Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Kutai Kartanegara, mengakui SMPN 7 Muara Kaman telah menunjukkan kemajuan yang signifikan dengan semangat belajarnya tidak hanya dari siswanya tetapi juga dari para gurunya.
“Motivasi siswa sudah banyak berubah, awalnya enggan masuk sekolah, dengan pembelajaran berbasis teknologi sangat merubah motivasi belajar siswa. Kadang harus di rumah jam 1 siang. Sekarang belajar di sekolah sampai jam 1 siang. siang hari saya melihat perubahan yang luar biasa pada diri para guru di SMPN 7 Muara Kaman Sekarang: “Meski ada kekurangannya, motivasi belajar mata pelajaran berbasis teknologi ini dengan keras benar,” katanya.
Menurut dia, Kementerian Pendidikan memberikan dukungan dengan meningkatkan sarana dan prasarana sekolah.
Salah satunya adalah keamanan internet. Dia mengatakan dia sekarang dapat mengakses internet di kelas.
Sebelumnya, guru dan siswa harus menghabiskan kelas di luar ruangan untuk menerima sinyal internet.
“Untuk ketenagalistrikan, kami mendukung energi surya yang bahkan bisa menggerakkan desa. Jadi memiliki peralatan TIK untuk pembelajaran dan fasilitas pendukungnya sangat berarti bagi sekolah terpencil karena dapat memotivasi siswa untuk bersekolah,” kata Amy.
Suvito juga mengatakan hal yang sama. Sangat masuk akal untuk memiliki alat TIK untuk pengajaran dan pembelajaran.
“Ini sangat berarti, terutama bagi anak-anak kami. Mereka merasa diabaikan. Meski jauh dari perkotaan, mereka juga sadar akan perkembangan teknologi dan informasi. “Saya yakin perkembangan anak-anak luar biasa, wawasannya semakin luas.”
Teknologi memperkenalkan siswa pada pandangan dunia, memperluas wawasan mereka, dan mendorong mereka untuk bermimpi.
“Saya senang sekali mendengar ada mahasiswa yang bercita-cita menjadi wakil presiden. Sekarang saya berani mengatakan dan bangga, saya adalah seorang guru. “Benar guru,” lanjut Vito.
Mungkin bagi sebagian orang mungkin sederhana, namun tidak bagi Pak Vito, seorang guru asal pelosok Kalimantan yang menaruh harapan besar terhadap masa depan murid-muridnya.
Dengan menggunakan teknologi di kelas, Suwito, seorang guru di provinsi terpencil Kalimantan, membantu siswa mengubah semangat belajar mereka dan mendapatkan pemahaman tentang dunia luar, sehingga memberi mereka impian yang lebih besar. (flo/Medan Pers)