Medan Pers, JAKARTA – Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD) Holistik Integratif yang dikembangkan di Indonesia dinilai merupakan langkah baik UNICEF. Kebijakan ini tidak hanya memberikan pendidikan kepada anak-anak, tetapi juga layanan gizi dan kesehatan, namun terdapat banyak tantangan yang perlu diatasi.
“Kebijakan ini akan menjadi terobosan yang luar biasa. UNICEF telah melakukan advokasi dan melihat kemajuan. Permasalahannya adalah pengembangan PAUD di Indonesia menghadapi banyak tantangan, permasalahan utama adalah akses, yaitu hanya 35 persen anak usia 3 sampai 6 tahun yang mempunyai akses terhadap layanan tersebut, kata Representative UNICEF Indonesia National, Maniza. Zaman, pada acara “Unlocking Potensi” yang dipersembahkan oleh Tanoto Foundation, Jumat (18/10).
Baca Juga: Tingkatkan Mutu PAUD, Disdik Palembang Luncurkan Aplikasi Sync
Selain itu, jumlah PAUD dan infrastrukturnya, terutama di daerah terpencil dan sulit diakses, masih sangat terbatas. Alokasi APBN untuk PAUD juga minim, yakni hanya 0,8 persen dari total APBN untuk pendidikan.
“Ini jauh di bawah standar internasional sebesar 10 persen dan perlu ditingkatkan secara signifikan,” kata Maniza.
Baca Juga: Lestari Moardijat: Peningkatan kualitas lingkungan belajar PAUD harus menjadi perhatian bersama
Selain itu, tidak semua PAUD dilengkapi dengan guru yang berkualitas dan masih ada persepsi bahwa tidak perlu guru yang berkualitas untuk menjadi guru PAUD.
Hal ini tentu menjadi permasalahan karena kualitas PAUD sangat menentukan bagi negara yang memiliki visi Indonesia Emas pada tahun 2045.
Baca Juga: Kemendikbud Rilis Laporan Pendidikan PAUD, Minta Orang Tua Berpartisipasi
“Data menunjukkan guru PAUD yang bergelar sarjana hanya 60 persen, dibandingkan jenjang pendidikan lain yang mencapai 90 persen. “Penting untuk menyadari bahwa mengajar adalah profesi yang mulia, bahkan bagi PAUD,” kata Maniza.
Jangan lupa, permasalahan lainnya adalah orang tua dan pengasuh belum memiliki pemahaman yang sama tentang PAUD dan tidak semua orang menganggapnya penting. Banyak layanan PAUD yang dikelola secara mandiri atau swasta sehingga memerlukan pos pendanaan terpisah untuk setiap keluarga, meskipun ada subsidi.
“Masalah keuangan rumah tangga juga harus diperhatikan. “Kami sangat memperhatikan akses untuk semua kalangan,” ujarnya.
Oleh karena itu UNICEF mendorong dukungan dan investasi yang lebih besar terhadap PAUD dari berbagai pihak. Dukungan tersebut merupakan strategi dalam pengembangan PAUD yang melibatkan banyak aspek kompleks dan memerlukan dukungan semua pihak yang berkepentingan.
Banyak dari aspek-aspek ini mencakup kebutuhan akan layanan berkelanjutan untuk kesehatan dan kesejahteraan ibu, mulai dari kehamilan hingga perawatan bayi.
“Standar pengasuhan anak atau pola asuh orang tua dan pengasuh juga menjadi prioritas utama dalam masalah ini,” katanya.
Lebih lanjut, pengembangan PAUD memerlukan koordinasi, sistem pendukung, konektivitas, pendanaan yang memadai, serta kesadaran masyarakat terhadap perubahan perilaku dan sosial. Koordinasi yang efektif di berbagai tingkat, bahkan di tingkat desa, penting untuk kelancaran segala sesuatunya.
“Ini bukanlah hal yang mudah di dunia. Kita harus bekerja sama dan menggunakan sumber daya dengan baik”, jelasnya.
Maniza menekankan, seluruh pemangku kepentingan mulai dari pemerintah, swasta, lembaga swadaya masyarakat hingga organisasi nirlaba dan filantropi harus mengambil langkah nyata untuk menjadikan PAUD sebagai agenda bersama yang sangat penting bagi masa depan bangsa.
UNICEF dan pemerintah telah memulai langkah ini melalui serangkaian kemajuan, baik dari segi regulasi maupun infrastruktur di lapangan, salah satunya adalah pemanfaatan teknologi digital dan media sosial untuk menyebarkan praktik baik dan materi pendidikan PAUD.
“Dengan jumlah penduduk Indonesia yang besar, kita bisa memanfaatkan teknologi untuk menyebarkan pesan tentang PAUD dan pentingnya pola asuh orang tua,” tutupnya. (esy/Medan Pers)