Medan Pers – Malang banyak melahirkan penyanyi dan musisi ternama. Dijuluki Paris-nya Jawa Timur, kota ini juga menjadi rumah bagi Museum Musik Indonesia (MMI), yang memamerkan karya-karya musisi Tanah Air, khususnya karya besar masa lalu.
Kisah Ridha Abdullah Akbar Kota Malang
BACA JUGA: Hari Musik Nasional, Anang Hermansyah punya harapan demikian
LANTAI 2 sebuah rumah di Jalan Nusakambangan No. 19, Kota Malang, Jawa Timur, menjadi tempat Hengki Herwanto beraktivitas sehari-hari. lelaki tua yang selalu ramah ini adalah presiden Museum Indonesia.
Museum dengan puluhan ribu koleksi dalam satu gedung seperti Gedung Kesenian Kota Malang. Menurut Hengki, MMI lahir dari kegemarannya menciptakan studio musik.
BACA LEBIH BANYAK: Mengapa 9 Maret Diperingati sebagai Hari Musik Nasional? Hari lahir WR Supratman memang menjadi perdebatan
Pendahulu MMI pada tahun 2009. Hengki mengawali MMI dengan mengadakan pameran kecil-kecilan untuk memamerkan koleksi kasetnya.
“Awalnya kami hanya punya satu batang rokok yang dijadikan tempat kaset. Saya ingat harganya saat itu hanya Rp 35 ribu,” kata Hengki saat ditemui Medan Pers di MMI belum lama ini.
BACA JUGA: Warkop Haji Anto Kendari, Kisah Upaya dan Promosi Luar Biasa
Pada awalnya acara musik tidak memiliki lokasi tetap. Menurut Hengki, MMI berulang dari tahun ke tahun.
Museum yang hanya sekedar pameran formal ini terus menambah koleksinya. Pada tahun 2016, Pemerintah Kota Malang menyediakan ruangan di Gedung Seni lantai dua untuk MMI.
Lokasi NMLP berada di dekat pusat kota Malang, sehingga pengunjungnya sebagian besar adalah pelajar dan mahasiswa. Faktanya, Malang juga dikenal sebagai kota pelajar, sebagian besar pengunjung MMI datang bukan untuk melihat koleksi lama melainkan untuk belajar atau penelitian.
Satu-satunya museum musik di Malang ini buka mulai pukul 08.00 WIB hingga siang hari. Namun pengunjung baru biasanya mulai ramai sejak pukul 10.00 WIB.
Hengki mengatakan, saat pertama kali berdiri, NMLP hanya berjumlah 250 unit. Bentuknya berupa kaset, piringan hitam, dan compact disc (CD).
Saat ini MMI banyak mengoleksi kaset-kaset dan majalah-majalah lawas. Vinyl juga menambah daftar koleksi MMI.
Dinding NMLP dihiasi poster atau foto musisi terkenal. MMI memainkan musik yang berbeda-beda seperti dangdut, pop, keroncong dan rock setiap hari.
Hengky menjelaskan, koleksi MMI juga memuat musik-musik berbahasa daerah dari Aceh hingga Papua. Ayah kedua menjelaskan bahwa MMI memiliki lebih dari 100 album lagu dengan bahasa dan fitur berbeda.
Kaset dan CD sudah tidak asing lagi bagi Baby Boomers (lahir sebelum tahun 1964), Generasi X (lahir 1965-1980), dan Generasi Y (lahir 1981-1995). Jadi mereka bisa mengingat MMI.
Bagaimana MMI mengumpulkan puluhan ribu koleksinya?
Menurut Hengki, sebagian besar koleksi NMLP merupakan sumbangan masyarakat. Kaset dan CD bernuansa musik dangdut dan pop mendominasi koleksi MMI.
Namun, sebagian besar koleksi MMI dibuat oleh donatur ternama. Hengki kemudian menyebut nama Guruh Soekarnoputra, putra penyiar Indonesia Bung Karn.
“Guruh Sukarno pernah datang ke sini, bekerja di sini dan menyumbangkan karyanya,” kata Hengki.
Presiden keenam RI Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) pun menawarkan jasanya untuk menambah koleksi NMLP. Hengki mengatakan, “Dari Pak SBY, lagu-lagunya diberikan di sini dan oleh rekan-rekannya.”
Pria yang selalu berjilbab ini menambahkan, MMI mendapat bantuan langsung dari United Nations Educational, Scientific and Cultural Organization (UNESCO).
“Itu salah satu upaya melestarikan musik Indonesia dengan merekam musik daerah dari Aceh hingga Papua,” ujarnya.
Begitu ada koleksi baru di MMI, Hengki akan mengumumkannya di media sosial. Banyak warganet yang merespons positif postingan mengenai koleksi MMI tersebut.
Menurut Hengki, karya musisi Tanah Air mempunyai sejarah dan cerita yang patut dikenang. Sebab lagu-lagu tersebut tidak hanya sekedar karya seni saja, namun juga mempunyai cerita di baliknya.
Hengki mencontohkan musik Koes Bersaudara yang disebut oleh penguasa lama sebagai “ngak ngik ngok”. Saat itu, penguasa menilai lagu anak-anak Raden Koeswoj tidak menginspirasi rasa cinta tanah air.
Para pegawai Koes bersaudara – Koestono (Tonny Koeswoyo), Koesjono (Yon Koeswoyo), Koesrojo (Yok Koeswoyo) dan Koesnomo (Nomo Koeswoyo) – dipenjarakan. Namun penjara menginspirasi Koes bersaudara untuk menciptakan lagu Hidup Dalam Jai.
Karya Iwan Falso juga ditampilkan di MMI. Hengki mengatakan, penyanyi bernama asli Virgiawan Listanto itu banyak menulis lagu dan musik.
Gara-gara menulis lagu yang penuh kata-kata tidak pantas, Iwan dilarang tampil di atas panggung. Pada tahun 1989, manajemen Orde Baru membatalkan rencana Iwan mengadakan ‘Konser 100 Kota’ yang dimaksudkan untuk mempromosikan album Mat Dew.
“Banyak cerita dan kenangan terkait musik,” kata Hengki.
Pada bulan Februari tahun ini, MMI memiliki koleksi sebanyak 35.000 dalam bentuk vinyl, piringan hitam, CD dan kaset. Namun ada satu koleksi MMI yang selalu diingat Hengki, yaitu piringan hitam album lagu Nanin Sudiar.
Pada tahun tujuh puluhan, Nanin dikenal sebagai aktor. Artis asal Bandung ini juga seorang penyanyi.
“Artis pertama yang mengirimkan karyanya ke MMI dalam bentuk piringan hitam adalah Nanin Sudiar,” ujarnya. (mcr26/Medan Pers)