Medan Pers – Di kawasan pemukiman padat penduduk di bagian selatan Kota Bandung terletak Makam Marhane. Sosoknya begitu terkenal, namun makamnya terlupakan.
Laporan Noor Fidia Shabrina, Bandung
Baca juga: Retorika Jelaskan Perbedaan Proletariat dan Marhain
Penggemar Bung Karno tentu sudah tidak asing lagi dengan Marhanisme. Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) mengartikan Marhanisme sebagai ideologi yang bertujuan memperjuangkan masa depan rakyat kecil agar dapat hidup sejahtera.
Marhanisme merupakan turunan dari kata marhane. Menurut KBBI, Marhain adalah sebutan untuk kelompok petani kecil, buruh kecil, nelayan kecil, dan lain-lain.
Baca juga: Bicara Budaya, Rano Ungkap Kisah Bang Karno dan Pak Marhain
Meski demikian, Marhane bukanlah sosok fiksi. Dia adalah seorang pria yang pernah hidup.
Pak Marhain adalah orang yang menginspirasi Bang Karno. Makamnya terletak di Kelurahan Sipagalo, Jalan Batunungal RT 04/03, Kelurahan Mengar, Bandung Kidul, Kota Bandung.
Baca juga: Rektor Universitas Pertahanan: Pemikiran Bang Karno sangat penting dalam konteks pertahanan
Marhane – yang dihormati sebagai Ki Marhane – adalah seorang petani yang bertemu dengan Presiden Sukarno di wilayah selatan Bandung pada masa penjajahan Belanda.
Namun kini sosoknya sepertinya sudah terlupakan.
Pak Marhain Samadhi pun nampaknya luput dari perhatian pemerintah.
Pemakaman tersebut terletak di tengah pemukiman padat penduduk.
Namun belum ada tanda atau petunjuk arah yang memberikan informasi mengenai lokasi makam Ki Marahen. Satu-satunya kriteria adalah Gang Marhane, pintu masuk makam.
Makam Marhane yang berukuran kurang lebih 4×5 meter ini dikelilingi oleh rumah-rumah penduduk. Dindingnya dicat warna krem, sedangkan lantainya ubin putih.
Makam Ki Marhain di Desa Sipagalo, Jalan Batunungal RT 04/03, Desa Mengar, Bandung Kidul, Kota Bandung, Jawa Barat. Foto: Noor Fidhia Sabrina/Medan Pers.
Enam kuburan terawat baik di gedung berlantai ubin merah marun itu. Makam Ki Marhane dikelilingi lima makam lainnya.
Terdapat prasasti batu yang menempel pada makam Ki Marhane. Ada tulisan panjang di prasasti itu.
“Ini adalah tempat peristirahatan terakhir Pak Marhane yang meninggal pada tahun 1943. Sumber PYM Ir. Karya mulia Sukarno yang terpenting, Marhane, adalah jembatan emas pintu gerbang negara menuju kebebasan. Bang Karno adalah penyambung lidah rakyat,” demikian bunyi prasasti yang menggunakan huruf kapital itu.
Namun, di luar gedung pemakaman, situasinya berbeda. Ada lahan kosong yang dipenuhi tumpukan bahan bangunan bekas.
Terdapat juga kandang ternak di dekat makam seorang tokoh sejarah. Enam kuburan di depan mausoleum Marhane kondisinya cukup memprihatinkan.
Abah Akil, salah satu cucu kelima Marhane, mengatakan kakeknya berasal dari Desa Sipagalo. Hingga akhir hayatnya, Marhane tinggal dan dimakamkan di kampung halamannya.
Abah Akil menyebut nama Marhane kerap bergema sebagai sosok yang menginspirasi Bang Karno. Namun kenyataannya tidak ada keterlibatan pemerintah dalam pemeliharaan makam tersebut.
“Enggak ada (bantuan), ngomong saja,” kata Akil baru-baru ini saat dihosting Medan Pers di rumahnya.
Menurut Abah Akil, dirinya kerap ditanya apakah ada dukungan dana dari pemerintah untuk mengurus makam kakeknya. Namun, dia menegaskan tidak ada masalah seperti itu.
“Tidak ada penghasilan di sini,” ujarnya dengan logat Sunda yang kental.
Mausoleum Marhane bahkan sempat direnovasi dengan bantuan ormas dan diresmikan Gubernur Jawa Barat Ridwan Kamil pada Juli 2021. Di sisi kiri bangunan terdapat papan bertuliskan ‘Renovasi Makam Sri Marhane dengan dukungan Indonesia’. Pemuda Demokrat’.
Menurut situs Sigaya Pinter Pemerintah Kota Bandung (Pemkot), Makam Marhane merupakan bangunan cagar budaya. Abah Akil mengamini makam kakeknya telah didaftarkan sebagai bangunan cagar budaya.
Namun informasi mengenai makam Marhane sangat terbatas. Abah Akil mengeluhkan status kuburan leluhurnya tidak layak disebut cagar budaya.
“Masa warisan budaya, tapi seberapa buruk situasinya? Ada ayam kendang, bebek, kambing. Apakah kuburan seperti itu benar-benar berbau kotoran kambing? Inilah kenyataannya,” keluhnya.
Abah Akil menjelaskan, selama ini dirinya sibuk membersihkan dan merawat makam kakaknya, Marhain. Namun, kakak laki-lakinya sudah tua.
Oleh karena itu, Abah Akil berharap pemerintah memberikan perhatian terhadap situs bersejarah tersebut.
“Saya ingin Makam Ki Marhane mendapat perhatian, bahkan halaman depannya perlu dipugar. Itu cagar budaya, tapi kondisinya kumuh!” Dia berkata.
Irma, warga sekitar, mengatakan makam Ki Marhain hanya ramai dikunjungi peziarah pada waktu-waktu tertentu, seperti hari ulang tahun Bang Karno.
Pada hari-hari biasa, makam Ki Marhane tidak banyak dikunjungi pengunjung. Beberapa orang penting hanya datang sesekali.
“Tidak banyak yang datang, tapi perayaan Hari Panchsila kemarin ramai. Pagi-pagi banyak yang datang, rombongan naik bus untuk berangkat ke sini,” kata Irma yang mendirikan warung di depan makam Ki Marhain. dipantau./Medan Pers)