Medan Pers LOMBOC – Ratusan warga menyaksikan MotoGP di Sirkuit Pertamina Mandalika, Lombok, Nusa Tenggara Barat (NTB), dari belakang Bukit Rangkap, Minggu (20 Maret).
Bukit Rangkap terletak di dekat tembok jalan. Jaraknya kurang lebih 50 meter, terbagi menjadi dua jalan satu arah di dekat pintu masuk aula utama.
BACA JUGA: Begini Situasi Marc Marquez Saat Ini Pasca Kecelakaan di Sirkuit Mandalika
Di kaki gunung terdapat beberapa toko pedagang kaki lima (PKL) yang menjual makanan dan minuman.
Ada pula jalan selebar lima meter yang kedua sisinya digunakan kendaraan roda dua.
BACA JUGA: Ya! Marc Marquez tidak bisa mengikuti balapan MotoGP Mandalika karena cedera
Menyaksikan balapan MotoGP di atas gunung memiliki perasaan tersendiri, bahkan saat Anda sedang berusaha mencapai puncak.
Ada yang berkendara di jalan yang permukaannya mulus, ada pula yang berjuang melewati hutan.
BACA JUGA: Ermanto tewas usai disiksa di selnya, Kapolri langsung dipecat, diduga empat polisi.
Penonton balita, anak-anak, remaja, dewasa, dan lanjut usia berbaur. Ada di antara mereka yang berdiri, duduk, bahkan melebarkan kaki.
Seorang warga setempat juga terlihat mendirikan tenda di sebelahnya untuk menyaksikan balap motor internasional.
“Tsiklok..tsilok..tsilok…!! Air..Air…Es Mereka meletakkan kantong air di satu tempat dan kemudian menyerahkannya kepada orang lain.
Remaja putri juga terlihat menawarkan minuman kopi kemasan.
Penduduk setempat berbondong-bondong menjelang acara pemanasan Moto3, Moto2 dan MotoGP. Tepat pukul 12.00 Wita semua mata tertuju pada runway. Balapan Moto3 dimulai.
Cuaca sangat panas, tidak ada angin, dan sangat sedikit orang yang berlindung dengan mengenakan mantel.
Ada juga yang memegang dahan pohon yang lebat untuk melindungi kepala dari panas.
Kursinya juga netral. Orang-orang duduk di atas aspal, batu, dedaunan, bungkusan, tanah, dll.
Suasana juga kerap semarak saat melihat pengemudi bergantian. Tampak jelas, hanya satu pohon besar yang menghalangi.
Moto3 sudah usai, hanya ada sedikit orang. Waktu istirahat 30 menit itu ia manfaatkan untuk makan dan minum di warung pinggir jalan.
Penonton membengkak saat Moto2 bersiap untuk berangkat. Ratusan orang bersiap mendaki dan berdiri di pegunungan.
Begitu ajang Moto2 berakhir, cuaca berubah drastis. Di tengah panas terik, hujan mulai turun, berubah menjadi hujan deras.
Hujan mulai terjadi sekitar pukul 14.00 WITA hingga 15.30 WITA tanpa ada tanda-tanda akan berhenti.
Beberapa penduduk setempat melarikan diri dan menuruni bukit. Ada yang tetap mengenakan jas hujan, dan ada yang berdiri dengan tubuh basah.
Warga berlarian untuk berlindung dari hujan. Warung jajanan yang awalnya hanya memiliki sedikit pelanggan itu tiba-tiba menjadi ramai hingga ada yang rela berdiri.
Ada yang memesan kopi, teh hangat, lalu mie dan gorengan.
Mereka mengisi perut sambil menunggu hujan reda dan balapan dilanjutkan.
Bagi warga sekitar, mendapat izin menonton dari puncak gunung membuat mereka senang. Salah satunya Sarinete, warga yang mengaku tak mampu membeli tiket karena harganya yang mahal.
Pria berusia 60 tahun itu merasa senang karena petugas tidak dilarang mengawasi dari gunung.
“Awalnya saya khawatir mereka mengizinkan saya naik, tapi ternyata semuanya baik-baik saja, ada polisi dan tentara yang menjaga baik dari bawah maupun atas,” ujarnya.
Saat meninjau kawasan, beberapa prajurit Brimob dan TNI AD terlihat menjaga kawasan dengan senjata laras panjang.
Mereka tak segan-segan tersenyum kepada warga desa yang menyambutnya, bahkan sesekali mengingatkan jika ada yang berdiri di kejauhan.
Hal serupa juga diungkapkan Yenny yang berdomisili di Lombok Barat dan datang bersama suami dan anak-anaknya untuk menyaksikan MotoGP dari puncak gunung.
“Saya datang ke sini untuk menemui Marquez, tapi mereka bilang Marquez terjatuh, kan?”
Meski ia tidak melihat idola balapnya berkompetisi di sepeda jalanan. Namun, hal ini tidak mematahkan semangatnya.
Saat hujan, dia dan keluarganya berlindung. Kemudian, ketika sudah ada tanda-tanda perlombaan akan segera dimulai, ia segera kembali ke gunung.
Pada tahun 1600, banyak masyarakat yang menyaksikan WITA dari puncak gunung. Dia tidak peduli dengan hujan atau jalan berlumpur.
Ada yang menggunakan payung, kemudian memakai jas hujan plastik, dan ada pula yang sengaja mengeluarkan air hujan.
Jalan dan pondasi yang becek menyebabkan sebagian warga melepas sepatu. Tak peduli celana kotor, bisa menyaksikan aksi para pembalap motor tercepat dunia.
Saat Marc Marquez diketahui dilarikan ke rumah sakit, publik dibuat kaget. Mereka segera mulai mencari ponselnya untuk mencari tahu di media online.
Salah satu orang yang mengenakan kaos bernomor “93” dan bertuliskan “Marquez” tidak percaya, dan mengira kecelakaan itu tidak seserius hari-hari sebelumnya.
Namun setelah membaca kabar Marquez pingsan, ia tetap diam dan menunjukkan ekspresi sedih di wajahnya.
Mau bagaimana lagi, Marquez tidak akan bermain. Saya harap dia cepat pulih dan bisa balapan lagi, kata pria yang enggan disebutkan namanya itu.
Pukul 16.15 WITA, saat start dimulai, warga yang hanya mendengar suara nyaring gas sepeda motor, spontan bertepuk tangan. (antara/jepang)