Medan Pers – Para penerima K2 pasti mengenal kiprah dan sosok Titi Purwaningsih dan Nurbaitih.
Dua guru K2 terhormat aktif bertemu dengan pejabat pemerintah. Baik dalam pertemuan resmi maupun lobi-lobi.
BACA JUGA: Seluruh ASN dan PPPK mohon disimak pernyataan MenPAN-RB Tjahjo Kumolo
Baik di berbagai daerah, maupun di tingkat pusat.
Mereka juga populer di kalangan jurnalis yang rutin meliput nasib penerima K2.
BACA JUGA: Selamat pagi, ini kabar baik bagi penerima K2 yang lolos PPPK
Setiap kali ada kebijakan pengakuan pemerintah, jurnalis menyerang kedua orang ini untuk mendapatkan jawaban.
Keahlian mereka dalam menjalankan organisasi terhormat membuat mereka mendapatkan kepercayaan dari anggota parlemen Senayan.
BACA JUGA: Anies Baswedan: Bisnis jalan terus, kerja kantor tetap jalan, tapi…
Ya, menteri seperti Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Mendikbud), Menteri Penguatan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (MenPAN-RB), dan Ketua Badan Kepegawaian Negara (BKN), menurunkan pemimpinnya. Komite II dan X DPR RI sering diajak berkonsultasi.
Pada pelantikan pertama anggota Partai DPR RI 2019-2024, mereka juga berperan besar dalam mendekati politisi baru.
Pasalnya, banyak suara mereka yang gagal pada pemilu parlemen 2019 dan tidak memenuhi syarat menjadi senator.
Sangat bagus, cerdas dan terorganisir dalam pengoperasiannya. Meski keduanya hanya berstatus guru honorer di sekolah dasar.
Dan tanpa berlebihan, berkat mereka semua, banyak kebijakan pemerintah yang bisa muncul. Salah satunya adalah Peraturan CPNS 2013 dan Pilihan CPNS 2018.
Disadari atau tidak, setiap kali pemerintah menghormati K2, tak lepas dari kiprah Titi dan Nurbaitih.
Namun, kedua Srikandi ini mendapat tantangan besar dari saudara mereka yang terhormat, K2, dalam beberapa tahun terakhir.
Titi yang merupakan Ketua Persatuan Profesi Indonesia K2 (PHK2I) memutuskan untuk mengikuti tes PPPK (Pegawai Negeri Sipil Kontrak) pada Februari 2019 dan dinyatakan berhasil.
Bagi anggotanya, keputusan Titi dinilai sebagai penolakan terhadap perjuangan para penerima K2 yang fokus pada perebutan status pekerja.
Titi punya alasan kuat mengikuti seleksi PPPK.
Secara pribadi, ia meyakini menjadi PPPK adalah langkah awal menjadi PNS. Ibarat mobil pasti ada bannya.
Meski demikian, Titi menegaskan status PPPK tidak akan menghentikan upayanya memperjuangkan kehormatan K2 yang tidak diberikan kepadanya.
Berdasarkan jumlah K2 yang diberikan kepada 439.590 orang dalam data BKN, hanya sekitar 59 ribu yang diberikan pada CPNS (8 ribu) dan PPPK (51 ribu).
Artinya, masih ada plus minus 390 ribu yang masa depannya belum jelas.
Banyaknya tenaga honorer K2 yang tidak tertampung membuat Titi dan Nuri saling bersaing.
Mereka harus berjuang untuk memenuhi kebutuhan K2 yang berharga itu.
Di sisi lain, ada dua tipe pola asuh dan seorang ibu terhadap anak-anaknya.
Keduanya tak putus asa meski banyak rintangan yang menanti mereka.
Strain kelompok PHK2I merupakan strain yang paling kuat. Titi mendapat kecaman keras dari kelompok yang menuntut peran sebagai pegawai negeri.
Sementara Nur yang belum lolos PPPK juga mendapat kritik karena kerap mendukung Titi.
Namun, hinaan itu tak membuat mereka mundur untuk pergi. Mereka semakin membuktikan nilai mereka sebagai petarung K2 sejati.
Dua pekan terakhir, Nur membawahi komite II dan X DPR RI. Telah disampaikan pemberitahuan kepada pengurus dan anggota dewan bahwa pemerintah telah menyelesaikan masalah penyelesaian honorarium pegawai negeri sipil (ASN) K2.
Bahkan, Nur menyampaikan langsung kepada Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nadiem Makarim bahwa pada tahun 2021 guru dan tenaga pendidik K2 harus diprioritaskan.
Begitu pula dalam rapat dengar pendapat Komisi II (RDP) DPR RI dengan KemenPAN-RB dan BKN pada 8 September 2020, Titi dan Nur mengurus langsung hal tersebut.
Meski saat itu keduanya sedang berjuang. Ibu Titi ada di rumah sakit. Sebagai anak pertama, ia harus menjaga ibunya.
Namun, ia siap meninggalkan ibunya yang sakit untuk memperjuangkan masa depan bangsawan K2.
“Ibu saya masih di rumah sakit, berat meninggalkannya, tapi mau bagaimana lagi, ada ratusan ribu K2 au yang harus saya perjuangkan,” kata Titi kepada Medan Pers, Kamis. (10/9).
Tak hanya Titi, ayah Nuri pun ikut sakit.
Bedanya, ayah Nuri adalah seorang perawat sehingga ia harus membagi waktunya dengan cermat.
“Usai mengajar, saya langsung ke DPR lalu membahas taktik pertarungan K2. Setelah itu saya jaga bapak saya dan tengah malam saya bisa istirahat,” ujarnya.
Hari ini, 10 September, saat keduanya menghadapi orang tua yang sakit, mereka berusaha keras untuk berangkat ke Istana Negara.
Mereka mempunyai perintah penting. Perjuangkan masa depan para penerima K2, baik yang menjadi juara PPPK Februari 2019 maupun yang menjadi juara.
“Maksud dan tujuan kita sama, seluruh pegawai K2 yang berharga harus diakomodasi menjadi ASN. Tidak boleh ada yang tertinggal,” kata Titi.
Sementara itu, Nur menegaskan, mereka tak ingin banyak bicara, melainkan ingin menunjukkan hasil.
“Kita berjuang bukan untuk mendapatkan pujian, tapi untuk mengambil tanggung jawab moral. Bagi saya, yang menjadi perdebatan di organisasi adalah untuk memastikan bahwa kita memperjuangkan semua yang mendapat kehormatan K2. Bukan hanya untuk kelompok tertentu,” ujarnya. (esy/Medan Pers)