Medan Pers – Lima belas tahun lalu, 17 Agustus 2005, aktris Sekar Sari pernah menjadi anggota Kelompok Pengibaran Bendera Pusaka (Paskibraka) di kota Yogyakarta.
Paskibraka bukan hanya sekedar ungkapan untuk tokoh utama “Siti” yang berhasil meraih penghargaan film terbaik Festival Film Indonesia 2016.
BACA JUGA: Kenangan Marcelino Lefrandt Menjadi Paskibraka
Peraih Usmar Ismail Award 2016 untuk Sutradara Wanita Terbaik ini belajar menantang dirinya sendiri untuk mengeksplorasi kemampuannya dan menghadapi situasi menantang yang menuntut penampilannya sempurna.
Kepada ANTARA, salah satu pemeran film pendek “Tak Ada yang Gila di Kota Ini” menceritakan kenangannya selama menjadi Paskibraka.
BACA JUGA: Inilah 3 Anggota Tim Paskibraka Sabang Hari Ini di Istana Merdeka
Saat duduk di bangku SMA, Sekar dipindahkan untuk mengikuti hobi paskibra bernama Peleton Inti (Tonti) di Yogyakarta.
Alasannya sederhana: ia kaget melihat aktivitas kakak-kakaknya di luar sekolah.
BACA JUGA: Seorang Pengangguran Sering Minta Uang kepada Istrinya, Kali Ini Selingkuh, Ambil Pisau dan Mati
“Orang-orang yang datang ke Tonti keren, jadi saya putuskan untuk mengikuti kurikulum itu,” kata Sekar.
“Terus ketemu teman-teman inspiratif, peleton utama melatih kerja sama tim yang nyata. Semua yang kami (Tonti, Red.) capai bersama, termasuk banyaknya kompetisi, ingin kami capai bersama karena Sekar masih sangat kecil.
Peraih Penghargaan Penampilan Terbaik di Layar Perak Festival Film Internasional Singapura 2014 itu melihat para pejabat Paskibraka saat upacara 17 Agustus di Istana Merdeka.
Sekar kecil kaget melihat tertibnya gerak-gerik petugas pembawa nampan saat menerima bendera presiden.
“Untuk kembali menuruni tangga dengan gerakan pelan tapi tegas tanpa menoleh ke belakang, di mata saya, merupakan pencapaian yang indah, sakral. Jadi itu adalah mimpi tersendiri dan ternyata bisa diusahakan dengan tantangan yang ada saat itu .
Dulu, sekolah mereka hanya mengirimkan siswa laki-laki untuk mengikuti pemilihan Paskibraka tingkat kota di Yogyakarta. Sekar tidak menyerah dan berusaha mengubah nasibnya sendiri.
Pendatang Baru Terbaik Anugerah Pemeran Film Indonesia 2016 itu berbicara kepada pengawas sepulang sekolah dan wakil kepala sekolah serta meminta kesempatan untuk mengikuti kompetisi tingkat sekolah.
Usahanya tidak sia-sia. Dia adalah satu-satunya siswi yang dikirim sekolahnya untuk mengikuti pemilu tingkat desa.
Sekar memanfaatkan latihan intensif Paskibraka untuk meningkatkan kemampuan fisiknya. Di bangku sekolah dasar dan menengah, Sekar merasa kemampuan fisiknya tidak luar biasa.
Soal topik olahraga, tim film “The Man from The Sea” berada di bawah rata-rata dibandingkan kawan-kawannya.
Namun kekhawatiran mengenai kemampuan fisiknya hilang ketika ia berhasil dalam pemilu. Ternyata dia tidak lemah. Itu mungkin.
“Itu adalah titik balik yang sangat penting bagi saya,” kata alumnus Hubungan Internasional Universitas Gajah Mada Yogyakarta ini.
Dia menerima pelatihan paramiliter untuk mengembangkan dirinya secara fisik dan mental. Semua anggota tim harus bersatu.
Gerakan seimbang, mengayun setinggi lengan hingga setinggi kaki sambil berjalan di tempat. Dengan pandangan lurus ke depan, mereka semua harus bergerak dalam harmoni yang sempurna.
“Saya kira hal-hal seperti itu adalah keekonomian tubuh saya, bagaimana kita (anggota Paskibraka, kanan) bisa merasakan apa yang ada di sekitar kita. Setelah mendalami seni tari, saya menyadari bahwa menurut saya ini adalah perjalanan yang sangat penting bagi saya. tubuh,” kata peraih beasiswa program Choreomundus bidang Studi Tari, Praktek dan Warisan di Norwegia, Perancis, Hongaria dan Inggris.
Pelatihannya sangat sulit. Para remaja ini memiliki pelatih yang sangat ketat. Saat Anda berada di bawah banyak tekanan, Anda ingin menyerah, namun godaan itu segera terhapus dari pikiran Anda.
“Hampir semua orang di kelas saya pernah ngaku, ‘oh, kalau tidak membuat nama sekolah bagus, mereka mau keluar’. Begitu intensnya. Tapi itu membuat mental kalian kuat, lebih bersatu.”
Biasanya para pembawa bendera dan pembawa nampanlah yang menjadi pusat perhatian. Namun dalam pelatihan tersebut, Sekar belajar pentingnya kerja sama tim. Setiap orang mempunyai peran yang sama pentingnya, apapun posisinya.
Pemeran “Doremi & You” ini memiliki tubuh langsing, namun dulunya ia jauh lebih kurus, hingga ia harus makan dua kali lebih banyak agar bisa mengimbangi teman-temannya.
“Karena kami satu tim (anggota Paskibraka), kami usahakan memiliki badan yang sehat dan bentuk tubuh yang bisa dikatakan hampir sama. Saat itu saya harus makan dua porsi karena saya sangat kurus dibandingkan yang lain. , dia tertawa.
Saat tiba saatnya memamerkan hasil kerja kerasnya, terjadi insiden terkait sepatu yang membuat jantungnya berdebar kencang.
Saat tentara berjalan menuju lokasi kejadian, sepatu rekan di sebelah mereka hampir hilang.
“Ada tiga orang (berturut-turut) yang sadar sepatunya lepas, sama-sama grogi, tapi momennya harus perfect, mereka berusaha semaksimal mungkin,” kenang Sekar.
Sepatu itu akhirnya terlepas seluruhnya, tetapi dengan cepat tersangkut di kaki saya dan dipasang kembali, meski tidak sempurna.
Ketika para prajurit mencapai garis finis dan tidak terlihat lagi oleh rekan-rekan mereka, mereka tiba-tiba menghela nafas lega.
“Karena masa-masa yang sangat menegangkan, kami (Paskibraka kanan) berhasil menjalankan tugas dengan baik.”
Berkaca dari pengalaman masa lalunya, Sekar merekomendasikan paskibra atau tonti sebagai kegiatan menyenangkan bagi remaja yang penuh energi.
Anda dapat berlatih secara fisik dan mental, menjalin persahabatan yang erat dan berkontribusi kepada masyarakat.
“Banyak orang yang menganggap paskibraka adalah momen kebanggaan selama mengabdi, padahal bukan itu saja. Banyak hal yang dilakukan paskibraka untuk kegiatan pemuda lainnya, antara lain seni budaya, perbincangan tentang pemuda dan tempatnya di masyarakat, tidak berhenti pada saat bertugas,” kata Sekar.
17 Agustus Sekar tidak hanya mengingatkan kita pada Paskibraka, tapi juga kompetisi-kompetisi seru yang selalu digelar setiap tahunnya.
Liburan merayakan kemerdekaan Indonesia menjadi kesempatan sempurna bagi Sekar untuk menikmati makanan favoritnya: kerupuk.
“Waktu kecil saya jarang sekali dibolehkan makan kerupuk dalam jumlah banyak, sehingga saya sangat senang mendapat kesempatan makan kerupuk karena takut bersaing,” ujarnya. (antara/Medan Pers)